Sabtu, 17 Januari 2009
di
05.03
|
Uwan= Kakak/Abang
Pertengahan 1997 yang sedang berangin itu, tiga hari Uwan ikut tim Bitra mengunjungi desa Sayumsabah, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Perjalanan ke desa selalu disiapkan kawan-kawan bila mendengar Uwan mau ke Medan. Entah kenapa, pikiran-pikiran lepas di perjalanan selalu dapat mereka kembangkan menjadi program lembaga. Mungkin ide-ide efektif yang terbangun selama perjalanan, didukung aura alam membuat rombongan menjadi kreatif-konstruktif.
Desa ini cukup subur, topografinya naik-turun bergelombang, dibelah oleh Lau Petani (Lau maksudnya sungai), dimana mayoritas masyarakat menggantungkan hidupnya dengan mengolah lahan. Kehidupan mereka tentu subsisten, mengandalkan kemurahan alam dan sedikit kemampuan bertani. Desa ini sebenarnya dekat dengan Medan, namun seakan tidak tersentuh kemajuan pembangunan. Indikasinya hampir seluruh kebutuhan domestik seperti MCK selalu diarahkan ke sungai.
Melalui metodologi PRA (partisipatory rural appraisal) kami bersama rakyat mencoba memetakan potensi desa serta menyusun skenario pembangunan. Meluncurlah konsep membangun kebun campur (polikultur) dengan mengenalkan tanaman utama coklat mendampingi tanaman yang sudah ada sejenis kemiri, petai, durian, sawo, enau dan pohon ingol. Disamping itu untuk memperkaya pilihan aktifitas, penduduk tercerahkan bahwa sungai juga mempunyai manfaat ekonomi.
Didampingi Komintasari, sarjana pertanian yang berdedikasi tinggi sebagai TPL wanita Bitra, mereka membangun kebun campur dimana bibit coklat diintroduksi efektif. Bibit dibeli dengan kredit bunga murah melalui Bitra, dimana areal pembibitan sekalian dijadikan pusat pelatihan petani coklat. Sarana ini diniatkan untuk memfasilitasi seluruh kabupaten Deli Serdang.
Khusus untuk mengevaluasi kondisi sungai, masyarakat mengundang pencinta alam Parintal FP USU, sekalian membuat acara bersih sungai sekaitan peringatan hari bumi 22 April 2000. Acara yang mendapat dukungan Bapedalda - Kantor GUBSU, Bagian Lingkungan Kabupaten Deli Serdang, Bitra, Walhi dan YES ini didaftarkan ke peringatan hari bumi sedunia dengan tema : “lestarinya alam dimulai dari diri andaâ€.
Aktifitas bersih sungai menghasilkan 780 kg sampah plastik perkilometer dan analisa laboratorium menunjukkan bahwa sungai tercemar oleh bakteri E. Coli. Karena sungai menjadi milik bersama, masyarakat mengundang 3 desa arah hulu (Bengkurung; Kuala dan Batumbelin) bermusyawarah. 28 April 2000 terbentuklah Forum Masyarakat Pelestari Sungai (FMPS) yang diresmikan dengan pelepasan 5000 bibit ikan tawes bantuan Dinas perikanan. Mereka mencanangkan “lubuk larangan†bagi sepanjang sungai yang melintasi 4 desa, setelah terinspirasi oleh kunjungan lapangan menonton panen ikan di Hutalombang - Padang Sidempuan. Aturannya, tak boleh ada yang mengambil ikan sampai saat yang ditentukan, dan tentu saja tak ada lagi sampah dibuang ke sungai. Seketika, sungai bersih sampah plastik walau buang hajat masih terus. Perlu waktu.
Itulah, bulan lalu Uwan berkesempatan kembali kesana untuk menyaksikan pesta rakyat. Gubsu, Bupati dan rombongan hadir membuka acara panen ikan perdana dan memetik coklat yang matang. Setelah pidato-pidato singkat dan acara adat, diawali oleh dentuman meriam bambu bersahut-sahutan, masyarakat sepanjang 4 kilometer serentak terjun ke air menjala ikan. Disamping tawes, ikan lokal ada yang terjaring, kalau tak salah namanya ikan jurug. Total tercatat hasil hari itu lebih 2 ton, belum termasuk yang langsung dibawa pulang kerumah. Wajah penduduk terlihat ceria, yakin akan masa depan dari sumber sungai.
Diiringi lagu-lagu Tanah Karo dari orgen tunggal yang mendayu-dayu, ratusan tamu kepedasan makan ikan bakar dan ikan goreng. Gubsu berkenan mendukung program ini melalui APBD, sekalian diperluas ke desa-desa hilir sungai.Lokasi pembibitan dikembangkan untuk juga boleh menerima tamu-tamu. Kini sudah ada 3 kamar dan satu ruang serba guna, mereka menyebutnya riverlodge. Para tamu yang menginginkan suasana alam pedesaan, disuguhi rehabilitasi rantai ekosistem dengan pendekatan kebun campur dan produk ekowisata lainnya. Pengelolaan pariwisata rakyat yang difasilitasi oleh YES (Yayasan Ekowisata Sumatera) ini mengetengahkan produk jelajah kampung, diantar menonton habitat kalong; pembuatan gula merah; irigasi tradisional, goa alam, kebun salak dan lokasi pesawat garuda jatuh.
Agar akses ke dunia luar efektif, melalui Bitra aktifitas sungai ini didaftarkan ke International River Network (jaringan aktifitas pelestarian sungai global) yang berbasis di Amerika. Keanggotaan internasional ini kini membuat Sayumsabah tak lagi sekedar desa kecil pinggiran kota Medan, ia adalah juga bagian jaringan advokasi sungai sedunia.
Kunci keberhasilan perawatan Lau Petani sangat tergantung pada sinergi Pencinta alam, LSM Bitra, Praktisi pariwisata rakyat, perguruan tinggi dan pemerintah daerah. Tentu tak serta merta itu, logika global sangat mewarnai gerakan berbasis rakyat ini.***
Sumber: uwanzukri.com
Pertengahan 1997 yang sedang berangin itu, tiga hari Uwan ikut tim Bitra mengunjungi desa Sayumsabah, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Perjalanan ke desa selalu disiapkan kawan-kawan bila mendengar Uwan mau ke Medan. Entah kenapa, pikiran-pikiran lepas di perjalanan selalu dapat mereka kembangkan menjadi program lembaga. Mungkin ide-ide efektif yang terbangun selama perjalanan, didukung aura alam membuat rombongan menjadi kreatif-konstruktif.
Desa ini cukup subur, topografinya naik-turun bergelombang, dibelah oleh Lau Petani (Lau maksudnya sungai), dimana mayoritas masyarakat menggantungkan hidupnya dengan mengolah lahan. Kehidupan mereka tentu subsisten, mengandalkan kemurahan alam dan sedikit kemampuan bertani. Desa ini sebenarnya dekat dengan Medan, namun seakan tidak tersentuh kemajuan pembangunan. Indikasinya hampir seluruh kebutuhan domestik seperti MCK selalu diarahkan ke sungai.
Melalui metodologi PRA (partisipatory rural appraisal) kami bersama rakyat mencoba memetakan potensi desa serta menyusun skenario pembangunan. Meluncurlah konsep membangun kebun campur (polikultur) dengan mengenalkan tanaman utama coklat mendampingi tanaman yang sudah ada sejenis kemiri, petai, durian, sawo, enau dan pohon ingol. Disamping itu untuk memperkaya pilihan aktifitas, penduduk tercerahkan bahwa sungai juga mempunyai manfaat ekonomi.
Didampingi Komintasari, sarjana pertanian yang berdedikasi tinggi sebagai TPL wanita Bitra, mereka membangun kebun campur dimana bibit coklat diintroduksi efektif. Bibit dibeli dengan kredit bunga murah melalui Bitra, dimana areal pembibitan sekalian dijadikan pusat pelatihan petani coklat. Sarana ini diniatkan untuk memfasilitasi seluruh kabupaten Deli Serdang.
Khusus untuk mengevaluasi kondisi sungai, masyarakat mengundang pencinta alam Parintal FP USU, sekalian membuat acara bersih sungai sekaitan peringatan hari bumi 22 April 2000. Acara yang mendapat dukungan Bapedalda - Kantor GUBSU, Bagian Lingkungan Kabupaten Deli Serdang, Bitra, Walhi dan YES ini didaftarkan ke peringatan hari bumi sedunia dengan tema : “lestarinya alam dimulai dari diri andaâ€.
Aktifitas bersih sungai menghasilkan 780 kg sampah plastik perkilometer dan analisa laboratorium menunjukkan bahwa sungai tercemar oleh bakteri E. Coli. Karena sungai menjadi milik bersama, masyarakat mengundang 3 desa arah hulu (Bengkurung; Kuala dan Batumbelin) bermusyawarah. 28 April 2000 terbentuklah Forum Masyarakat Pelestari Sungai (FMPS) yang diresmikan dengan pelepasan 5000 bibit ikan tawes bantuan Dinas perikanan. Mereka mencanangkan “lubuk larangan†bagi sepanjang sungai yang melintasi 4 desa, setelah terinspirasi oleh kunjungan lapangan menonton panen ikan di Hutalombang - Padang Sidempuan. Aturannya, tak boleh ada yang mengambil ikan sampai saat yang ditentukan, dan tentu saja tak ada lagi sampah dibuang ke sungai. Seketika, sungai bersih sampah plastik walau buang hajat masih terus. Perlu waktu.
Itulah, bulan lalu Uwan berkesempatan kembali kesana untuk menyaksikan pesta rakyat. Gubsu, Bupati dan rombongan hadir membuka acara panen ikan perdana dan memetik coklat yang matang. Setelah pidato-pidato singkat dan acara adat, diawali oleh dentuman meriam bambu bersahut-sahutan, masyarakat sepanjang 4 kilometer serentak terjun ke air menjala ikan. Disamping tawes, ikan lokal ada yang terjaring, kalau tak salah namanya ikan jurug. Total tercatat hasil hari itu lebih 2 ton, belum termasuk yang langsung dibawa pulang kerumah. Wajah penduduk terlihat ceria, yakin akan masa depan dari sumber sungai.
Diiringi lagu-lagu Tanah Karo dari orgen tunggal yang mendayu-dayu, ratusan tamu kepedasan makan ikan bakar dan ikan goreng. Gubsu berkenan mendukung program ini melalui APBD, sekalian diperluas ke desa-desa hilir sungai.Lokasi pembibitan dikembangkan untuk juga boleh menerima tamu-tamu. Kini sudah ada 3 kamar dan satu ruang serba guna, mereka menyebutnya riverlodge. Para tamu yang menginginkan suasana alam pedesaan, disuguhi rehabilitasi rantai ekosistem dengan pendekatan kebun campur dan produk ekowisata lainnya. Pengelolaan pariwisata rakyat yang difasilitasi oleh YES (Yayasan Ekowisata Sumatera) ini mengetengahkan produk jelajah kampung, diantar menonton habitat kalong; pembuatan gula merah; irigasi tradisional, goa alam, kebun salak dan lokasi pesawat garuda jatuh.
Agar akses ke dunia luar efektif, melalui Bitra aktifitas sungai ini didaftarkan ke International River Network (jaringan aktifitas pelestarian sungai global) yang berbasis di Amerika. Keanggotaan internasional ini kini membuat Sayumsabah tak lagi sekedar desa kecil pinggiran kota Medan, ia adalah juga bagian jaringan advokasi sungai sedunia.
Kunci keberhasilan perawatan Lau Petani sangat tergantung pada sinergi Pencinta alam, LSM Bitra, Praktisi pariwisata rakyat, perguruan tinggi dan pemerintah daerah. Tentu tak serta merta itu, logika global sangat mewarnai gerakan berbasis rakyat ini.***
Sumber: uwanzukri.com
Diposting oleh
petani berdasi
0 komentar:
Posting Komentar