Sabtu, 17 Januari 2009 di 05.06 |  
Uwan = Kakak/Abang
Akhir Mei 1996 yang berangin itu, Uwan jadinya diperbolehkan ikut nelayan Jepang pergi memancing ikan ke laut. Atas jaminan dari Kusachi-San, relasi lama dari LSM PHD (Peace Happiness and Democracy), Uwan diberi tugas menjadi salah seorang pemancing long-line di kapal itu. Sayang, Uwan sudah lupa nama kapalnya. Kami berangkat dari pelabuhan Miyazaki, sebuah prefektur di bagian selatan pulau Kyushu (sekitar 2 jam perjalanan pesawat dari Tokyo) .
...
Bulan Mei merupakan puncak panen, saat mana di perairan selatan Jepang berlangsung pertemuan arus bersuhu panas dan dingin.Berbekalkan informasi dari Pusat Pelayanan Nelayan pelabuhan Miyazaki, diperkirakan ikan tuna sedang bermigrasi pada jalur tertentu. Dengan memperhitungkan arah angin, gelombang, dan pertimbangan navigasi lainnya, maka pertemuan akan dicapai pada titik tertentu.
Jelas lintang dan bujurnya.
Malam itu, bersama dengan 24 kapal lainnya, kami berlayar menuju titik pertemuan/fishing ground. Dua hari dua malam kapal berpacu dengan kecepatan penuh. Diperjalanan Uwan tetap saja tumbang. Walau sudah merasa hebat dan yakin dengan kemampuan fisik, tetap saja muntah-muntah. Bahkan berkali-kali. Laut Jepang saat itu memang kurang bersahabat.

Namun kapten kapal yang masih sangat muda, Itsuo-San, 22 tahun, tenang-tenang saja mengomandoi kapalnya. Kapal bertonase 100 gross ton ini stabil mengikuti ayunan gelombang dan menjaga formasi tetap terhadap kapal rombongan lainnya. Pada trip melaut kali itu, kapten Itsuo yang baru 3 bulan tamat sekolah perikanan ini memperlihatkan bahwa ia memang pantas jadi kapten kapal. Ia tenang memberikan instruksi-instruksi, terkesan tertib dan disiplin.

Rasanya, kalau dilihat dari kecekatan motoriknya, ia pasti memiliki kemampuan bela diri. Sedikitnya Dan II Karate. Hal ini membuat anak buah yang umumnya lebih senior patuh dan tunduk kepada perintahnya. Kapten merangkap petugas markonis, mencatat seluruh fenomena alam yang dialami di perjalanan. Ia mencatat rapi dalam log- book posisi fishing ground tahunan, haluan, suhu air, kecepatan angin, dalam air dll.

Semua kapal tujuannya memancing, tapi dua kapal bertindak sebagai kapal pendukung. Yang besar disebut sebagai floating factory, dimana seluruh hasil tangkapan harus dikirim ke kapal itu untuk diproses. Kapal pendukung satunya mengangkut sound system berkapasitas tinggi, kelak akan memutar lagu-lagu rock dan jenis lagu keras lainnya.

Setelah titik pertemuan didapat, kapal langsung mengambil formasi melingkar memanjang. Laut menghitam oleh rombongan ikan tuna. Berbasket-basket makanan ikan ditabur untuk membuat tuna tidak lagi melaju, mereka asyik memperebutkan makanan itu. Nelayan bekerja, dan bekerja. Siang malam. Rupanya untuk tidak mengantuk, lagu-lagu rock dan minuman keras disuguhkan terus menerus. Sekoci hilir mudik mengantarkan hasil tangkapan ke pabrik terapung untuk diolah.

Hari ketiga, sewaktu bertugas mengantar tangkapan, Uwan diperbolehkan naik kapal dan melihat pengolahan. Ikan-ikan yang datang dipisahkan berdasarkan besar kecilnya, disemprot bersih dengan CSW (cooling sea water, campuran 50 : 50 air tawar dan air laut) lalu dipotong-potong secara sistematis. Hasil pemotongan dibersihkan, masuk ke mesin pemanas dan berakhir di pengalengan. Ikan yang sudah dikalengkan ini segera di beri label dan disusun rapi dalam kotak-kardus isi 50 kaleng. Siap eksport katanya. Residu dimasukkan ke pengering, selanjutnya digiling sampai halus lalu dikarungkan. By product bernilai ekonomis ini dijadikan bahan tepung ikan untuk kelak membuat pelet.

Nelayan nonstop memancing hampir 6 hari, sampai ada instruksi radio dari darat agar segera kembali ke pelabuhan. Dari catatan pengiriman tangkapan ke kapal induk, Kapal Uwan kalau tak silap menyetor 42 ton lebih. Bila dikalikan dengan harga ikan yang sangat mahal di jepang, perjalanan kali itu pasti menghasilkan jutaan yen.
Perhitungan bagi hasil rupanya sudah disepakati lebih dahulu. Kapten mendapat 10 %; 3 orang pemancing haluan mendapat 15 %; pemancing lainnya, operasional dan chief engine 35 %; sedangkan untuk pemilik dan ABK tetap sebanyak 40 %.
Tiba di Miyazaki kembali dengan selamat, setelah 10 hari total perjalanan. Selang 4 jam saja, setelah pergantian ABK dan seluruh kru, rombongan kapal putar haluan kembali kelaut. Mengejar tuna ke perlintasan berikutnya. Sayonara.

Dalam mengembangkan aktifitas kelautan sebagai sumber ekonomi masyarakat Sumbar, perlu dicontoh keunggulan fasilitas nelayan Jepang. Hemat Uwan, apapun kendalanya, resort nelayan kita wajib memiliki pusat pelayanan informasi. Strategis betul fungsinya bila dilengkapi peralatan canggih memonitor perlintasan ikan tuna. Tentu tak lagi melaut individual, haruslah berkelompok. Dibutuhkan teknologi tangkap moderen, perlu dukungan sumber daya. Bersinergi kata orang masa kini.***
Sumber: uwanzukri.com
Diposting oleh petani berdasi

0 komentar:

Visit the Site
Bila Anda belum menemukan cinta yang Anda inginkan, jangan buru-buru merasa unlucky in love. Karena kalimat bijak mengatakan, cinta akan datang saat kita tidak mengharapkannya. Bagaimana menurut Anda? -Copyright at Dhe To © 2009, All rights reserved