DALAM keadaan terdesak, acapkali muncul "keajaiban" yang tidak diduga. Taruhlah pengalaman Damhuji, warga Desa Jorok, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang selalu dipusingkan oleh kematian ternak kambingnya yang terserang penyakit kembung.
Pada suatu malam, sekitar pukul 23.00, seekor kambing betina muda piaraannya tengah sekarat didera penyakit kembung (timpany) stadium berat. Ternak itu susah bernapas, lemas, dan matanya sayu.
...

Damhuji ingat bahwa hanya asam jawa yang belum pernah ia gunakan untuk mengobati penyakit yang biasanya terjadi pada musim hujan itu. Ia lalu membawa lampu templok, menyeret ternak itu keluar kandang. Istrinya mengambil segenggam garam kasar dan segepok asam yang daging buahnya dilarutkan dengan air.
Seperti layaknya menabur pupuk, Damhuji menaburkan butiran garam itu ke rongga mulut kambing, dan beberapa saat kemudian ia beri minum larutan asam itu. Sekitar 25 menit kemudian ternak itu bangkit, mengeluarkan busa atau lendir dari mulut dan hidung, bersin serta batuk, bahkan kentut. Kambing lantas menggerak-gerakkan kepala, napasnya mulai teratur, bangkit, dan berlari kecil.

Karyawan Dinas Peternakan Kabupaten Sumbawa yang bertugas sebagai Tenaga Penyuluh Peternakan ini bersyukur atas karunia tersebut. Temuannya itu ia sampaikan kepada rekan sesama peternak yang hewan piaraannya mengalami penyakit yang sama.
Dari kejadian diikuti tindakan yang membuat kambing sembuh dari penyakit kembung, Damhuji lalu menemukan formula campuran bahan baku obat berupa 100 gram asam (bage’) berbanding 100 gram air putih, di samping tiga sendok teh garam kasar.

Bahkan belakangan ia ketahui, melempar butiran garam ke rongga mulut bisa melahirkan sentakan akibat siraman garam yang membentur pada langit-langit. Garam itu dipelintir oleh lidah, merangsang saraf otak yang bersamaan dengan itu mengirim perintah ke seluruh jaringan saraf. Garam dan larutan asam yang menerobos ke dalam jaringan pencernaan melumpuhkan bakteri penyebab timpany itu.
Hasil kajiannya itu mendapat Anugerah Teknologi Terapan dalam kategori perintis tahun 2003 yang diselenggarakan Kantor Bappeda NTB dan hadiah sebesar Rp 4 juta. Namun sebelum itu, tahun 2001, ketika acara Pameran Ternak Pekan Nasional di Tasikmalaya, Jawa Barat, Damhuji sempat mempresentasikan temuannya yang mendapat sambutan para peneliti dan peternak.

"Ada sejumlah peternak di beberapa daerah mengundang saya untuk melakukan presentasi di hadapan petani peternak langsung ke daerahnya, tapi saya belum bisa memenuhinya, masih menunggu waktu. Bagaimana pun saya harus mengerjakan tugas sebagai pegawai negeri," tutur Damhuji, yang lahir di Desa Utan, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, tanggal 21 Juni 1963.

LULUSAN Akademi Penyuluh Pertanian Malang bidang studi peternakan tahun 1992 itu, selain karena persoalan pribadi, juga terdorong oleh kerugian demi kerugian para peternak yang piaraannya mati sebelum berproduksi. Tingkat kematian ternak kambing disebabkan penyakit kembung relatif tinggi, sekitar 37 persen jumlah populasi. Kebanyakan kematian-60 persen dari total kelahiran-dialami oleh kambing yang berumur empat bulan ke bawah.

Pengalaman pribadinya menyebutkan, tahun 1998, dari 300 ekor kambing piaraannya, 42 ekor yang tewas akibat penyakit itu. Bahkan tidak sedikit petani peternak yang dari 25 ekor kambing yang lahir, 10-15 ekor di antaranya gagal mencapai umur dua-tiga bulan. Kematian kambing itu dihadang pula oleh rendahnya pengetahuan petani peternak serta terbatasnya kemampuan membeli obat-obatan yang tidak selalu tersedia di pedesaan.

Sedangkan penyakit itu tidak bisa ditebak kapan datangnya, juga karakter serangannya sangat cepat.
"Kambing yang terserang penyakit itu mati dalam tempo lima jam," tutur ayah dari dua orang putra. Hal itu berdampak pada ekonomi dan etos kerja masyarakat yang menjadi malas memelihara kambing.
Padahal, kambing amat menjanjikan secara ekonomis. Untuk kebutuhan Kabupaten Sumbawa saja sejumlah 23.000 ekor setahun, meski yang baru terpenuhi 18.000 untuk konsumsi keperluan rumah tangga, bakul sate, dan hari-hari besar seperti Idul Adha.
Kecuali menjadi "dokter kambing", Damhuji juga tampil selaku peternak yang melakukan pembibitan Peranakan Etawah (PE). Usaha itu diawali tahun 1984 dengan memelihara beberapa ekor kambing lokal pada areal seluas 40 hektar miliknya. Hasil penjualan itu disisihkan untuk membeli kambing lagi, di samping untuk membeli areal peternakannya tadi.

Dengan latar belakang keilmuan yang dimilikinya, Damhuji melakukan persilangan: antara induk lokal dan pejantan Etawah. Pada generasi keempat persilangan itu menghasilkan PE murni, dengan berat badan sekitar 300 kilogram pada usia 3,5 tahun yang harga penjualannya Rp 300.000 per ekor.
Tak puas dengan hasil persilangan kambing PE, Damhuji beberapa tahun terakhir juga mengawinsilangkan kambing PE (induk) dengan kambing Bur. Malah dia pun sudah bisa membuat rumus N x 1,5 x 2 = nf, yang dengan 10 ekor induk kambing PE bisa "menghasilkan" seorang sarjana. Keterangan singkatan-singkatan itu sebagai berikut: N = jumlah induk, 1,5= rata-rata angka kelahiran, 2 = dua kali melahirkan dalam waktu 14 bulan, dan nf = total anak yang lahir dalam tempo 14 bulan.

Jika 10 induk dijadikan modal, berarti selama 14 bulan kambing berjumlah 30 ekor, atau akhir tahun pertama ternak bisa dijual sebanyak 15 ekor. Setengah dari total kelahiran tadi dijual lagi tahun berikutnya. Bila pada tahun kedua terjual 30 ekor dengan harga Rp 300.000 seekor, maka peternak mengantongi Rp 9 juta.
Hasil penjualan itu bisa digunakan untuk sewa pemondokan, makan-minum, dan kuliah yang menurut kondisi di Kota Mataram, misalnya, mencapai Rp 8.200.000, dan sisanya untuk biaya kursus ataupun les privat.

"Tapi hitung-hitungan ini buat mahasiswa perguruan tinggi negeri mulai tahun pertama," ujar Damhuji.
Iya, itulah "keajaiban" yang diraih Damhuji lewar asam jawa…. (KHAERUL ANWAR)
Sumber : http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0410/16/naper/1325149.htm

Diposting oleh petani berdasi

0 komentar:

Visit the Site
Bila Anda belum menemukan cinta yang Anda inginkan, jangan buru-buru merasa unlucky in love. Karena kalimat bijak mengatakan, cinta akan datang saat kita tidak mengharapkannya. Bagaimana menurut Anda? -Copyright at Dhe To © 2009, All rights reserved