UNTUK apakah kita hidup?

Tanyakanlah ini kepada Mak Paenah yang tiap hari berjualan pecel di depan Gedung DPRD Sumatera Utara (Sumut) di Medan. Dalam usianya yang-menurut pengakuannya-86 tahun, Mak Paenah masih setia mendorong-dorong kereta pecelnya demi mengumpulkan rupiah selembar demi selembar dari Rp 1.500 per pincuk (piring dari daun pisang) pecel jualannya itu.

Gerobaknya cukup berat dengan dua roda becak yang sering kempis anginnya. Sebuah topi bambu lebar menemani tubuh ringkihnya menempuh jarak sekitar lima kilometer dari rumah cucunya di kawasan Glugur ke Gedung DPRD Sumut di Jalan Imam Bonjol melewati jalanan aspal yang terik dan ramai.

...

Pernah suatu hari Mak Paenah tidak kunjung muncul pada jam makan siang, dan baru datang berjualan saat matahari sudah sangat condong ke barat.

"Aku diserempet mobil. Iki lho awakku babak bundas (lihat tubuhku babak belur)," katanya dalam ujaran yang selalu tercampur dengan bahasa Jawa kasar.

Setiap hari, biasanya sekitar pukul 11.00, ia sudah tiba menggelar dagangannya. Dan, beberapa jam kemudian, ia pulang lagi dengan kereta dorongnya yang sudah kosong dan segepok uang di dalam tas pinggang yang terbuat dari kain batik lusuh.

Soal berapa banyak uang dalam tas pinggangnya itu, Mak Paenah sering tidak tahu. Ia memang tidak peduli dapat uang berapa hari itu. Bahkan, sering ada beberapa lembar ribuan tercecer di bawah kakinya, yang lalu diambilkan orang lain. Yang ia tahu pasti, ia tidaklah pernah rugi.

"Bathi kuwi ora usah okeh-okeh. Serakah jenenge... (kalau untung itu jangan besar-besar. Serakah namanya...)," katanya pelan. Tidak serakah ini pula yang membuat Mak Paenah cenderung royal dalam memberi nasi pecel saat dagangannya hampir habis. Kata orang, kalau beli di Mak Paenah, sebaiknya menjelang ia mau pulang. Pasti dapat pecel lebih banyak.

Dengan keyakinan pasti tidak rugi itu pula, sering Mak Paenah membelikan rokok untuk orang lain yang tampak memerlukannya. Andi Lubis, fotografer harian Analisa, Medan, yang perokok berat, beberapa kali diberi rokok oleh Mak Paenah kalau tampak sedang bengong dan tidak merokok.

"Nyoh rokok. Kowe lagi ra duwe duwit tho? (Ini rokok. Kamu sedang tidak punya uang kan?)" kata Mak Paenah tanpa basa-basi.

Bagi Mak Paenah, apa salahnya menyisihkan uang untuk menyenangkan orang lain. Tidak jarang ia memberikan pecelnya secara gratis kalau ada yang lapar, tapi tak punya uang.


***
JADI, untuk apa Mak Paenah berjualan pecel dalam usianya yang sudah sangat senja itu? Di kota-kota besar, orang-orang yang jauh lebih muda darinya sudah santai-santai di rumah menikmati uang pensiun bersama cucu-cucu.

"Aku bekerja karena memang manusia itu harus bekerja. Aku sakit kalau nganggur. Menganggur adalah bersahabat dengan setan. Kerja selalu ada kalau kita mau mencarinya. Jangan mau menganggur, sampai kita mati," katanya seakan ahli filsafat.

Banyak yang meragukan apakah benar Mak Paenah benar telah berusia 86 tahun. Tapi, mendengar beberapa cerita yang sering diungkapkannya sambil meracik pecel, apalagi mengamati wajahnya yang selalu teduh itu, kita yakin bahwa setidaknya ia sudah berusia di atas 80 tahun. Ia pernah bercerita bagaimana suaminya yang tentara terbunuh dalam perang kemerdekaan, sementara saat itu anak sulungnya kira-kira berusia belasan tahun.

Begitu suaminya meninggal, rasa tanggung jawab untuk menghidupi ketiga anaknya memaksa Mak Paenah yang lahir dan besar di Blitar, Jawa Timur, ini berjualan pecel. Baginya, tidak ada cerita untuk meminta belas kasihan dari orang lain.

"Aku hanya bisa bikin pecel. Jadi, aku mencari makan dengan pecel ini. Sudah puluhan tahun tanganku bikin sambel pecel. Sampai kapalan mengulek... he-he-he...," kata Mak Paenah sambil memamerkan mulutnya yang sudah ompong.

Mengapa tidak menikah lagi setelah menjanda waktu itu ?

"Sopo sing gelem karo rondo bakul pecel...lethek...he-he-he... (siapa yang mau dengan janda penjual pecel yang lusuh dan bau)," katanya terkekeh.

Tapi, setelah anak-anaknya bisa mandiri, untuk apa uangnya ?

"Keuntungan penjualan, tiap hari saya simpan di bawah bantal. Uang itu saya pakai untuk menolong orang kalau ada yang membutuhkannya. Siapa tahu, kan?" katanya dengan arif.

Mak Paenah menceritakan, ia pernah menolong tetangganya yang mendadak membutuhkan uang. Tetangganya itu tidak menyangka ketika tiba-tiba Mak Paenah yang hanya berjualan pecel itu mampu meminjaminya uang dalam jumlah cukup besar, tanpa bunga pula.

Setiap pagi, Mak Paenah mengambil Rp 150.000 dari simpanannya untuk berbelanja di Pasar Glugur. Pukul 04.00, ia sudah bangun dan pada pukul 06.00 ia sudah mulai memasak bumbu-bumbu pecel dan juga sayurannya.

"Bangun pagi membuat saya sehat. Tiap hari berbelanja dan menawar juga membuat saya tidak pikun," paparnya. Dalam usianya itu, Mak Paenah sering membuat kagum orang dengan kemampuannya menghitung dengan cepat.

"Meja ini habis sembilan pincuk. Jadi, tiga belas ribu lima ratus," katanya suatu kali saat menagih kepada para wartawan yang makan.


***
PADA bulan Juni dan Juli 2002 , para wartawan Medan yang biasa mangkal di depan Gedung DPRD kehilangan Mak Paenah. Dua bulan lebih wanita tua itu menghilang. Banyak yang kuatir kalau-kalau Mak Paenah sakit, atau bahkan sudah meninggal dunia. Dan, Mak Paenah baru muncul lagi pada akhir Juli.

Ternyata, Mak Paenah pulang ke Blitar menengok sanak saudaranya. Menurut dia, semua yang dikenalnya sudah meninggal.

"Uangku habis Rp 3,5 juta untuk beli oleh-oleh. Tapi, aku senang bisa melihat Blitar lagi. Sudah sangat berubah. Aku sama sekali tidak bisa mengenali tempat mana pun di sana," katanya dengan mata berbinar-binar saat membicarakan kota yang ditinggalkannya pada awal tahun 1940-an ini.

Ketika diingatkan bahwa para wartawan kuatir dengan kepergiannya selama dua bulan itu, Mak Paenah justru marah.

"Kamu yang muda-muda kok tidak punya perasaan. Kan, semua tahu di mana rumahku. Kalau kuatir, ya mbok menengok ke rumah. Coba, bagaimana kalau saya sakit betulan? Ya, kan? " kata Mak Paenah.

Namun, sejak awal Agustus ini, Mak Paenah menghilang kembali. Setelah ditengok ke rumahnya, ternyata ia tidak kurang suatu apa.

"Aku pindah tempat jualan. Aku ngalah pada yang muda yang lebih perlu uang,'' katanya yang kemudian menimbulkan tanda tanya.

Ternyata, Mak Paenah kini memilih berjualan di Lapangan Merdeka. Menurut dia, di depan Gedung DPRD itu sudah muncul seorang saingan. Seorang penjual pecel yang masih muda dilihatnya selalu berusaha menyainginya dalam merebut hati pembeli.

"Aku tidak ingin bersaing. Rezeki sudah ada yang mengatur. Biarlah aku yang sudah tua ini pindah," katanya tanpa emosi. (ARBAIN RAMBEY)
KOMPAS

Diposting oleh petani berdasi

ANDA mau susu kambing? "Cobain ya, enak kok enggak enek sama seperti susu sapi."

Waktu ditawari susu kambing, orang mungkin langsung membayangkan sebuah bau yang prengus. Begitu memang kesan yang umum terjadi, saat pengelola Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Citarasa, Arsa Tanius (53), menawarkan segelas susu kambing hasil perahannya di kantornya di Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor

...

Terlebih lagi, saat itu Kompas disuguhi segelas susu kambing di kantor yang terletak dekat kandang kambing yang jumlahnya mencapai sekitar 200 ekor. Suara embek-embek terus terdengar.

Kambing-kambing di situ adalah jenis Peranakan Ettawa (PE) yang berasal dari India. Beda kambing perah itu dengan kambing yang diternakkan untuk diambil dagingnya adalah pada bulunya yang lebih lebat, kuping panjang, kepala lebih bulat, tubuh lebih tinggi, dan lincah. Harga jualnya pun mencapai Rp 5 juta per ekor mendekati harga seekor sapi.

Sambil menunjukkan kambing kesayangannya bernama Rambo yang berusia 2,5 tahun dan pernah meraih juara sebagai raja kambing pejantan se-Jawa Barat tahun 2001, Arsa Tanius, kelahiran 19 April 1949 di Desa Mak Hong, Kabupaten Toi San, Provinsi Canton, Cina Selatan, bercerita banyak hal tentang kambing-kambingnya.

Ia mengawali usahanya di Jakarta. Ketika itu, ayahnya (kini sudah almarhum) menderita penyakit mag kronis. Saat itu, ayahnya ditawari susu kambing oleh seorang berwarga-negara Arab Saudi untuk penyembuhan berbagai penyakitnya.

Setelah meminum susu itu dalam tiga bulan, ternyata ayahnya berangsur-angsur sembuh. Persoalannya kemudian, pasokan susu kambing terhenti. Soalnya, kambing orang Arab tadi bunting, sehingga air susunya tidak dapat diperah.

"Karena saya ingin ayah cepat sembuh, saya memberanikan diri membeli beberapa kambing lain dari orang Arab itu untuk diperah sendiri," kata Arsa.

Demikianlah, tahun 1950 itu Arsa memulai usaha peternakan kambing perah PE. Saat itu, dia membeli 10 ekor induk betina dan satu ekor kambing PE jantan, lalu memeliharanya di daerah Mangga Dua, Jakarta (sekarang tempat ini menjadi pusat perbelanjaan grosir Mangga Dua). "Setiap hari, kambing itu bisa menghasilkan enam liter susu kambing," kenangnya.

Tahun 1964, berita khasiat susu kambing ini menyebar, sehingga banyak tetangga dan kerabat dekat yang memesan. Suami Fenny Irawan (50), yang kini sudah memiliki empat anak ini pun akhirnya memberanikan diri membeli beberapa ekor lagi, sehingga jumlahnya mencapai 100 ekor. Produksi susu saat itu dapat mencapai 75 liter per hari.

Permintaan pasar yang begitu banyak membuat Arsa kebingungan, apalagi tahun 1966 pangan kambing PE berupa kulit kacang kedelai itu semakin susah didapatkan. Akhirnya, Arsa mengaku frustrasi. "Daripada mati, kambing-kambing itu dijual saja secara barter dengan empat ekor sapi perah," ujarnya.


***
DUA puluh empat tahun kemudian, niatnya membangun kembali peternakan kambing perah dimulai kembali. Sementara peternakan sapi perahnya berjalan dan diserahkan ke mitranya, Arsa mulai lagi peternakan kambing perah PE dari nol.

Tahun 1991, Arsa pergi ke Kaligesing, Jawa Tengah, untuk membeli beberapa ekor kambing PE sebanyak 50 ekor. Usaha ini dimulainya di daerah Ciracas, Jakarta Timur. Ia mengaku saat itu gagal, lagi-lagi karena kelangkaan pakan ternak. Namun, Arsa pun berusaha keras untuk mengumpulkan kulit-kulit kacang kedelai yang sudah diracik dengan konsentrat.

Arsa kini memiliki kelompok tani, dengan 20 anggota. Karena sifat kerjanya berupa kemitraan dan komitmennya 'siap maju bersama-sama', setiap anggota pun bisa mengaku juragan kambing. Ibaratnya, satu gentong susu, gayungnya ramai-ramai. "Setiap anggota boleh berkata bahwa dirinya sanggup menghasilkan susu kambing sebanyak enam ton sebulan, sebab kami bekerja bersama-sama. Kalau saya sendiri, terus terang saya tidak sanggup," ujarnya.

Pola kemitraan ini, jelas Arsa, berupa bantuan satu paket senilai Rp 25 juta terdiri dari empat ekor kambing betina dan seekor jantan PE, pakan ternak, monitor kesehatan, dan sistem budidayanya, serta pembangunan kandangnya.

Selaku Ketua Asosiasi Peternak Kambing Perah Indonesia (APKPI), misi jangka panjang Arsa adalah susu kambing dari setiap kabupaten mampu bermutu sama, sehingga susu kambing produksi Indonesia memiliki kekhasan baik kandungan nutrisi maupun rasa untuk ekspor nonminyak dan gas (Migas).

Hingga kini, dari 200 ekor kambingnya ditambah sekitar 100 ekor peternak binaannya, Ketua Umum Forum Komunikasi P4S Nasional ini dapat menghasilkan susu kambing segar sekitar 150 liter lebih per hari atau sekitar enam ton per bulan. Harga jualnya pun sangat menggiurkan, yakni seharga Rp 15.000 per liter.


***
BAGAIMANA kandungan nutrisinya? Berpegang dari hasil Badan Penelitian Peternakan (Balitnak) Bogor, susu kambing sebagai pangan tambahan (food supplement) dapat mengurangi gangguan kesehatan bagi penderita penyakit pernapasan, seperti asma, bronkitis, tuberculosis (TBC), osteoporotis, asam urat, dan gangguan rematik. Khusus bagi wanita yang umumnya sering mencurahkan perhatian pada kecantikan kulit, susu kambing dapat meningkatkan kehalusan kulit, dengan cara luluran tubuh. Ini dikaitkan dengan perbaikan kondisi lemak. Sementara untuk laki-laki, bisa mengatasi gangguan impotensi, di samping menjaga kesegaran tubuh secara umum.

Sementara hasil riset Balitnak Bogor menyebutkan, kandungan nutrisi yang terdapat pada setiap 100 gram susu kambing adalah air 83-87,5 gram, karbohidrat 4,6 g, energi 67 kalori, protein 3,3-4,9 g, lemak 4-7,3 g, kalsium 129 miligram, fosfor 106 mg, zat besi (Fe) 0,05 mg, vitamin A 185 IU, vitamin B1 0,04 mg, vitamin B2 0,04 mg, niasin 0,3 mg, dan vitamin B12 mencapai 0,07 mg.

Molekul lemak susu kambing jauh lebih kecil dan lebih homogen, bahkan lebih dominan dibandingkan lemak susu sapi. Karena itu, lemak susu kambing lebih mudah dicerna dalam alat pencernaan manusia, sehingga tidak menyebabkan penyakit diare bagi yang meminumnya.

Bahkan, SRUPNA (Small Ruminant Production System Network for Asia-suatu jaringan informasi penelitian dan pengembangan ternak domba dan kambing yang meliputi 13 negara di Asia) dalam terbitannya tahun 1993 mengemukakan, susu kambing sangat potensial untuk perbaikan nutrisi, karena tidak memiliki masalah lactose intolerance (kepekaan terhadap laktose penyebab diare bagi yang tidak bisa meminum susu). Masalah ini umumnya dihadapi penduduk Asia yang peka terhadap susu.

Sepaham dengan hasil penelitian itu, Arsa yang kini kerap memberikan penyuluhan ke kelompok tani pemerah kambing di daerah Jawa Barat ini mengakui, dari sisi penelitian kesehatan, khasiat susu kambing ini memang belum dipatenkan, karena keterbatasan penelitian di negara-negara Asia. Yang jelas, susu kambing itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh dengan memperbaiki gizi secara menyeluruh. (STEFANUS OSA TRIYATNA)
KOMPAS

Diposting oleh petani berdasi
Kamis, 26 Februari 2009 di 07.03 | 0 komentar  

Budidaya:

Pembiakan dapat dilakukan melalui anakan (umum dilakukan), benih, maupun setek batang. Sekarang sudah tersedia bibit hasil kultur jaringan

Tanah berdrainase baik, subur dengan bahan organik tinggi. Pengairan cukup

Pembibitan:

Anakan yang telah cukup besar, berusia sekitar 1-2 bulan, dipisahkan dari tanaman induk (ditangkarkan). Anakan akan muncul dari tanaman induk pada usia 5-6 bulan. Penjarangan anakan ini sangat penting dilakukan agar tanaman lidah buaya dapat tumbuh besar.
...

Pembibitan dari anakan dapat dilakukan di bedengan atau di polibag. Pembibitan di bedengan dapat dilakukan dengan membuat bedengan berukuran 1-1.5 m x 10 m atau menurut kebutuhan dengan jarak tanam 10 cm x 10 cm. Bedengan harus benar-benar remah agar pertumbuhan akar bibit tidak terganggu. Bibit yang terganggu perkembangan akarnya akibat tanah yang keras tidak akan tumbuh berkembang. Sebelum ditanami bibit, bedengan ditaburi pupuk kandang sebanyak 20 – 40 kg (1-2 karung) per bedeng dan diaduk secara merata. Penaburan kapur pertanian dianjurkan untuk mengurangi serangan cendawan. Penambahan urea sebanyak 7,5 kg per bedeng bisa dilakukan untuk merangsang pertumbuhan bibit.

Sedangkan pembibitan di polibag, bisa dilakukan dengan media tanah dicampur pupuk kandang 1 : 1 atau 1 : 2 dan ditambahkan NPK 5 gram per polibag tiap dua minggu. Setelah itu polibag ditaruh di tempat yang cukup teduh namun masih terkena sinar matahari.

Saat awal pembibitan merupakan tahap dimana kebutuhan air harus diperhatikan. Bibit mungkin akan berwarna kemerah-merahan karena belum beradaptasi dengan lingkungan. Dengan pengairan yang cukup, seminggu setelah pembibitan, bibit akan menunjukkan pertumbuhan normal/pulih dari stres lingkungan akibat pemisahan dari induk. Pengairan yang berlebihan harus dicegah karena bibit mudah busuk akibat serangan cendawan pada keadaan lembab. Bibit yang terserang cendawan sebaiknya dibuang agar tidak menular dan tanah disekelilingnya dibuang.

Penanaman di Lahan:

Bibit sudah siap ditanaman di lapangan setelah berumur sekitar satu bulan (satu bulan setelah bumbungan/penangkaran). Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah diberi pupuk kandang sekitar 1,5 kg per lubang tanam atau sekitar 20 sampai 30 ton per hektar. Jarak tanam yang dipakai 80 cm x 80 cm atau 80 cm x 70 cm secara zig-zag. Pupuk dasar yang digunakan adalah 10 g urea, 8 g SP-36 dan 9 g KCl per lubang tanaman. Pemberian pupuk susulan dilakukan tiap 3 bulan sebanyak 10 g urea dan 9 g KCl. Pemeliharaan:

Penyulaman di lahan dilakukan setelah tanaman berumur 1-2 MST (minggu setelah tanam), yakni dengan cara mengganti tanaman yang mati atau kurang baik pertumbuhannya dengan tanaman baru. Penyiangan (pembersihan gulma) dilakukan sesuai kebutuhan, yaitu ketika pertumbuhan gulma mulai banyak dan mengganggu tanaman. Penyiangan pada tanaman lidah buaya sangat penting dilakukan karena peertumbuhan gulma yang cenderung pesat dan menganggu tanaman.

Daun-daun bagian bawah yang telah berwarna kekuningan dan daun yang terserang penyakit perlu dibuang. Daun dijaga agar tidak sampai tertimbun tanah yang akan menyebabkan busuk akibat serangan cendawan. Pengairan perlu dilakukan ketika lahan terlihat kering (lama tidak turun hujan). Pengairan yang telat akan menyebabkan tanaman layu dan daun berubah warna kuning kemerahan yang memerlukan waktu agar pulih kembali.

Hama dan Penyakit:

Hama yang menyerang lidah buaya relatif sedikit. Terkadang ulat atau belalang menyerang daun lidah buaya. Pada keadaan lembab sering juga ditemui hama yang menyerang akar dan batang lidah buaya, terutama saat pembibitan. Sedangkan penyakit yang menyerang terutama busuk basah akibat cendawan/bakteri pada daun. Penyemprotan pestisida hanya dilakukan bila serangan hama dan penyakit cukup mengganggu.

Panen:

8-10 BST dengan memotong daun paling bawah. Masa produksi 7-8 tahun. Peremajaan dapat dilakukan dengan cara memotong batang lidah buaya dan dipelihara tunas yang baik tumbuhnya atau dengan cara membongkar tanaman dan menggantinya dengan bibit yang baru. [Sumber]

Diposting oleh petani berdasi
Rabu, 25 Februari 2009 di 21.46 | 1 komentar  

INGIN bisnis aman dari pencuri? Cobalah beternak buaya. Dijamin aman, ditambah pemasukan dalam dollar, dan tahan banting dari krisis ekonomi. Setidaknya, itulah pengalaman Tarto Sugiarto (44), pebisnis di Balikpapan yang punya banyak unit usaha: penangkaran buaya berikut taman rekreasinya, distributor berbagai barang konsumsi, grosir, sampai penyedia layanan sambungan Internet.
...

Khusus tentang bisnis penangkaran buaya, Tarto yang Direktur Utama CV Surya Raya itu mengatakan, "Ini bisnis aman karena bebas dari gangguan pencuri. Maling atau pegawai tidak mungkin mencuri buaya."

Di peternakan di Kelurahan Tritip, sekitar 20 km di sebelah utara Balikpapan, kini hidup ribuan ekor buaya berbagai jenis: buaya muara (Crocodylus porosus), buaya supit (Tomistoma schlegelii), dan buaya kodok (Crocodylus siamensis). Setiap Minggu atau hari libur, lokasi milik Tarto itu dipenuhi pengunjung dari berbagai daerah di Kalimantan Timur.

Pengunjung bisa menyaksikan buaya dewasa siap bertelur, makan sate daging buaya, plus membawa oleh-oleh organ tubuh buaya yang diyakini banyak orang sebagai obat dan penambah daya tahan tubuh. Para pengunjung anak-anak juga bisa bergembira ria menunggang dua ekor gajah yang didatangkan dari Way Kambas, Lampung.

Lulusan San Francisco University itu mengungkapkan, buaya sangat tahan terhadap berbagai penyakit dan tidak membutuhkan perawatan serius seperti udang, ikan, atau jenis ternak konvensional lain, seperti sapi dan kambing. Satu-satunya penyakit hanyalah jamur kulit.


***
SECARA ekonomis, menangkarkan buaya sangat menguntungkan. Harga jual kulit buaya sekurangnya 120 dollar AS per ekor. Padahal, sampai panen, biaya yang dikeluarkan hanyalah Rp 450.000 per ekor. Untuk memberi makan ribuan buaya itu, Tarto membeli empat ton daging ayam per bulan yang harganya sekitar Rp 4 juta.

Tarto yang menggeluti bisnis ternak buaya sejak tahun 1991 itu menjelaskan, usaha yang ditekuninya itu memberi keuntungan minimal 25.000 dollar setiap tahun. Itu baru laba dari penjualan kulit 600 ekor buaya yang dihargai 3 dollar per sentimeter persegi.

Pemasukan lain berasal dari penjualan tiket masuk pengunjung peternakan, sate buaya, daging buaya, minyak gosok, pil empedu, hingga tangkur buaya. Khusus untuk tangkur yang katanya dijamin "manjur" mengatasi masalah laki-laki, ia mematok harga sampai Rp 3 juta per tangkur! Dalam setahun, peternakan buaya itu bisa menjual sedikitnya 500 tangkur. Belum lagi hasil penjualan sate daging buaya sekurangnya dua juta rupiah setiap bulan. Minyak buaya dari tiap ekor yang disembelih juga menambah pemasukan sebesar
Rp 300.000. Lebih dari keuntungan bisnis, usaha yang diawaki 20 orang pekerja itu juga menjadi obyek wisata dan konservasi.

Tarto mengaku tak sengaja memasuki bisnis buaya. Tahun 1986, ia bertemu seorang rekan yang beternak buaya di Tarakan, Kalimantan Timur. "Kelihatannya serba mudah dan menjanjikan keuntungan besar," pikirnya ketika itu. Saat itu, harga kulit buaya mencapai 6 dollar per sentimeter persegi. "Dalam hitungan bisnis saya, keuntungan puluhan ribu dollar sudah terbayang," kenang suami dari Susan Soebakti itu.

Bermodal lahan seluas enam hektar di tepi pantai Selat Makassar di kawasan utara Balikpapan dan ditambah biaya lain-lain yang secara keseluruhan mencapai Rp 450 juta, mulailah CV Surya Raya beroperasi. Semuanya dilakukan dengan modal nekat tanpa pengalaman. Perlahan tetapi pasti, ayah Avina Sugiarto dan Adrian Sugiarto itu membuka peternakan buaya.

Pada awal beroperasi, peternakan hanya memiliki 18 ekor buaya muara sehingga semuanya terkesan mudah. Masalah mulai timbul ketika hewan peliharaan Tarto berkembang biak. Memindahkan buaya saat membersihkan kolam menjadi persoalan yang tidak terpikirkan saat awal membuka peternakan.

Berbagai cara ia coba, dari mengurungkan karung ke kepala buaya sampai menggunakan jaring pukat yang digulungkan ke tubuh buaya. "Pokoknya ribet," kata Tarto yang berkali-kali menirukan ulah buaya yang menyebabkan kegagalan pemindahan. Cara mudah dan sederhana baru dia dapat saat mengunjungi Jurong Crocodille Park di Singapura. Ternyata hanya dengan seutas tali nilon dan tongkat besi, buaya dapat takluk. Berbekal seutas tali nilon di ujung sebatang besi, pekerjanya diminta menjerat moncong buaya yang dipilih. Setelah berhasil, tali dililitkan sekali lagi sehingga mulut buaya terkatup. Selanjutnya, buaya akan patuh dituntun ke mana saja!


***
SELUK-beluk pengembangbiakan buaya ia peroleh dari banyak membaca literatur dan bertanya kepada pakar setempat maupun asing, juga belajar ke sejumlah lembaga. "Orang Australia selaku pimpinan Crocodille Specialist Group (CSG) Asia bagian barat, ngotot menyatakan beternak Crocodylus porosus sangat sulit," katanya. Meski sudah mengeluarkan biaya banyak, ilmu yang diajarkan para pakar dari lembaga itu ternyata tidak banyak membuahkan hasil. Ia kemudian berpaling ke Madras di India yang dikenal sebagai pusat CSG Asia Timur. Di sanalah ia mendapat pengetahuan dan pelajaran gratis.

Pembuatan kolam buaya, cara mengatur kondisi lingkungan, pemberian pakan, merawat anak buaya, hingga mengatur siklus sampai panen didapat dari India serta dikombinasikan dengan pengalaman di Balikpapan. Cara itu jitu sehingga sejak tahun 1995 produksi pun berjalan mulus. Buaya berkembang biak dengan pesat.


***
DIA pernah mengalami masa sulit justru ketika berhasil mengembangbiakkan buaya kodok dan buaya supit. Meski di Kaltim masih banyak ditemukan, kedua jenis buaya itu tidak bisa dikomersialkan untuk diambil kulitnya karena tergolong hewan terancam punah.

Tahun 1996, masyarakat Barat mengecam industri kulit buaya Indonesia yang mereka nilai tidak mematuhi konvensi perdagangan hewan langka CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). Akibatnya, ekspor kulit buaya Indonesia ditolak. Satu per satu peternakan buaya, terutama di Papua, tumbang hingga tersisa sekitar 30 dari 80 peternakan.

Tahun 1997, pimpinan World Wildlife Fund (WWF), Pangeran Bernhard dari Belanda, mengunjungi peternakan Tritip untuk membuktikan adanya peternakan buaya yang memenuhi standar. Peternakan Tritip dipilih pemerintah, mewakili Indonesia, untuk ditinjau pelbagai lembaga asing.

Setelah keadaan pulih, Tarto melanjutkan usaha, tetapi tidak lupa diri. Dia membuka peternakan buaya model plasma kepada peternak ayam yang berminat. Secara cuma-cuma, dia sediakan 50 ekor buaya bagi plasma, dengan keuntungan minimal Rp 5 juta per tahun dari perhitungan pertumbuhan tubuh buaya. Dalam setahun, seekor buaya bibit tumbuh dari 80 sentimeter menjadi 150 sentimeter. Selisih panjang tubuh dihitung sebagai balas jasa kepada peternak.

Saat ini baru satu peternak ayam di Samarinda yang menjadi plasma. Padahal, di Thailand pola ini berkembang pesat, beternak ayam sambil memelihara buaya. Ingin bisnis aman dari pencuri? Silakan mencoba beternak buaya! (IWAN SANTOSA)

Diposting oleh petani berdasi

BEGITU memasuki halaman belakang sebuah rumah asri yang terletak di Jalan Cilengkrang I, Desa Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), seorang pria setengah baya terlihat mengusung sebuah karung berisi jerami untuk makan ternak dan meletakkannya di dekat pintu penghubung pekarangan itu dengan rumah induk. "Mangga atuh, Neng," sapa pria itu.
...

Pekarangan itu tidak dibiarkan kosong sejengkal pun. Di bagian samping, terdapat puluhan bibit aneka tanaman. Sebuah kandang ayam dibangun hingga menutupi sebagian kolam ikan nila. Di depannya, terdapat sejumlah kambing garut dan sapi. Di sisi lain pekarangan, terdapat tiga bilik bambu. Dua kamar dijadikan tempat menginap para tamu atau siswa yang magang, sisanya dipakai sebagai tempat budidaya tanaman jamur.

Di tengah halaman itu, terdapat sebuah pendopo kecil dari bambu. "Di pendopo ini, saya bersama dengan kelompok tani desa ini biasa berkumpul. Kami juga berbagi pengalaman dengan siapa saja yang ingin belajar tentang pertanian. Biar berlokasi di gubuk, yang penting kan ilmunya bisa masuk," ujar Sutisna (50), penerima penghargaan Satyalencana Wirakarya tahun lalu itu.

Keaktifannya di Kontak Tani dan Nelayan Nasional (KTNA Nasional) sejak dua tahun lalu membuat pergaulannya makin luas. Pada tahun 2002 Sutisna terpilih sebagai sekretaris jenderal (sekjen) di organisasi itu sehingga ia harus mengunjungi beragam acara petani di sejumlah provinsi di Indonesia.

"Para petani harus mandiri, tidak boleh tergantung pada pemerintah, pupuk, dan obat-obatan. Jadi, kami harus membangun jaringan di antara kami sendiri untuk saling berbagi pengalaman, sekaligus memperkuat posisi tawar kami jika ada masalah seperti saat pupuk langka," kata Sutisna.


***
IA lahir di Sumedang, 12 Maret 1952, dari keluarga petani, pasangan Tanu dan Dasti. "Saya lahir dari keluarga petani. Sejak kecil sudah biasa membantu orangtua bercocok tanam. Saya belajar dari orangtua saya. Mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya dari sepetak kebun jeruk," ujar Sutisna bangga.

Setelah menamatkan sekolahnya di sekolah teknik menengah (STM) jurusan bangunan, ia menikah dengan Ai Mulyani, perempuan Sunda kelahiran 6 Maret 1955. Kemudian, pasangan muda itu memilih untuk menetap di Desa Cisurupan, Bandung, yang terletak di lereng Gunung Manglayang, Bandung Utara. Bermodalkan sepetak lahan, pasangan itu memutuskan untuk terjun sebagai petani.

Pada tahun 1989, Desa Cisurupan mengalami kekeringan. Akibatnya, banyak petani berebut air yang seringkali dimenangi para petani yang kuat fisik dan materi. "Saya ajak mereka berkumpul di rumah ini untuk membicarakan masa depan desa ini. Akhirnya, kami sepakat membentuk kelompok tani yang beranggotakan 40-an orang. Masalah air pun terpecahkan. Kami mulai menerapkan sistem giliran mendapat air untuk irigasi sawah," ujarnya.

Ketika harga gabah di pasaran anjlok, para petani desa itu pun mengalami kerugian besar-besaran. Akhirnya, Sutisna mendapat gagasan untuk menanami lahannya dengan sayuran. Ketika pendapat itu dikemukakan di dalam pertemuan kelompok tani, hal itu ditolak sebagian besar petani karena mereka belum pernah mencoba menanam sayuran dan terbiasa dengan menanam palawija.

Akhirnya, bersama dengan istrinya, ia nekat menanami lahannya dengan sayur-mayur seperti tomat dan bayam. "Kalau mencoba sesuatu yang baru, harus mau jadi kelinci percobaan. Jadi, kami putuskan mulai menanam sayuran. Alhamdulillah, hasil panen kami diborong pedagang dari pasar di Semarang. Mungkin Tuhan tahu niat kami baik. Setelah itu, baru petani sini ramai-ramai menanam sayuran," ujar Ketua Kelompok Tani "Jaya Makmur" itu.

Sejak itu, tempat tinggal pasangan Sutisna dan Mulyani menjadi tempat berkumpul para petani di daerah tersebut. Bahkan, pekarangan di belakang rumah mereka menjadi lahan percobaan untuk mencoba berbagai tanaman, pembibitan, budidaya jamur, maupun tempat belajar bertani mahasiswa maupun warga masyarakat lain.

"Pekarangan kami ibarat showroom. Ternak unggulan maupun tanaman kami dapat dilihat di sini. Kalau ada pembeli tertarik, baru kami bawa ke pusat peternakan dan lahan pertanian desa kami. Biasanya, bibit ternak yang ada di sini cepat laku karena mereka sudah tahu saya," tambah Sutisna.

Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membolehkan para petani membentuk koperasi pada tahun 1998, angin segar itu disambut Sutisna dan teman-temannya sesama petani. "Kami segera membuat koperasi petani yang terdiri dari belasan kelompok tani di Bandung. Koperasi kami ini melayani simpan-pinjam dan menyediakan prasarana pertanian seperti pupuk dan traktor. Sejak berdiri, tidak pernah ada kredit macet dari anggota," ujarnya bangga.

Seiring dengan keaktifannya sebagai ketua koperasi petani, nama Sutisna makin dikenal di kalangan petani Jabar. Berbagai jabatan pun harus diembannya seperti Ketua Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) "Jaya Makmur", Wakil Ketua HKTI Kota Bandung, sampai dengan Sekretaris Jenderal (sekjen) KTNA Nasional.

Kini, lahan pertanian seluas dua hektar miliknya banyak ditangani istrinya dibantu keenam putranya, Budi Sutrisman (29), Robi Suhendar (27), Gugum Gumbira (25), Beni Komara (21), Riki Wahyudi (18), dan Ruli Aditia (12). "Beruntung semua anak kami mau bertani meski mereka kuliah sampai perguruan tinggi. Anak kami yang jadi sarjana ekonomi pun punya kebun di rumahnya," kata Sutisna sambil tersenyum.


***
KESADARAN untuk melaksanakan pertanian berwawasan lingkungan membuat Sutisna beserta Kelompok Tani "Jaya Makmur" memilih untuk meminimalisir pemakaian pupuk urea. "Sejak tahun 1989 kami memilih tidak menggunakan pestisida untuk tanaman kami, khususnya padi. Selain itu, kami juga lebih suka memberi pupuk kandang pada tanaman kami dan memberi jerami kepada hewan ternak kami. Jadi, tidak ada yang terbuang dalam sistem pertanian kami," tandas Sutisna.

Tanpa gembar-gembor, Desa Cisurupan, salah satu pusat peternakan sapi di Jabar, telah merintis sistem pertanian organik sejak sepuluh tahun lalu. Mereka juga lebih suka membajak sawah dengan kerbau, bukan traktor. "Lahan kami sempit, jadi kami lebih suka menggunakan kerbau untuk membajak sawah. Kegemburan tanah juga lebih terjaga."

Mereka juga memelihara ketersediaan air untuk PDAM Kota Bandung dengan menjaga mata air yang ada di desa itu. "Kami menjaga agar air di desa ini tidak dikuras habis-habisan. Untuk itu, saat kemarau, pengairan sawah kami dilakukan dengan cara bergilir. Jadi, warga Bandung tidak akan kekurangan air bersih," katanya.

Kepeduliannya pada lingkungan membuat Sutisna terlibat dalam penghijauan kawasan Gunung Manglayang, Bandung Utara, pada tahun 1977. Bersama dengan penduduk setempat, ia turut menghijaukan lereng Gunung Manglayang seluas sekitar 1.000 hektar yang lokasinya meliputi Kecamatan Cileunyi, Ujung Berung, sampai dengan Cijebug di Kecamatan Cicadas.

Saat ini, ia tengah mempersiapkan penghijauan Gunung Manglayang. Untuk itu, ia sedang melakukan pembibitan tanaman melinjo. "Warga sekitar gunung yang menanam melinjo akan menghijaukan Gunung Manglayang sekaligus memperoleh penghasilan. Nantinya, warga sendiri yang menjaga hutan di gunung itu dari penjarahan dan pembakaran hutan untuk lahan pertanian atau permukiman," tambah Sutisna. (T05)
Sumber : Kompas / Nama dan Peristiwa
Diposting oleh petani berdasi

Bagi para pemburu kuliner yang kebetulan mampir ke Meulaboh, ibu kota Kabupaten Aceh Barat, ada baiknya mencoba mi kepiting di kedai Basri, Harkat Syedara, yang sederhana di Jalan Makam Pahlawan, Kelurahan Runding, Meulaboh.
...

Jika datang, usahakan jangan waktu malam. Biasanya pada malam hari kedai kecil itu akan penuh sesak, terutama oleh orang asing yang menetap di Meulaboh karena tugas ataupun hanya berkunjung sementara.

Mi dan kepiting merupakan perpaduan yang agak kurang lazim karena selama ini yang lebih dikenal adalah mi ayam, mi udang, atau mi babi, yang menggunakan daging babi.

Ternyata, karena Meulaboh merupakan kota pantai, mi sea food merupakan hal lazim. Oleh karena itu, di samping mi kepiting, Basri juga menyediakan mi udang dan mi kerang.

Penggemar makanan laut tentu telah paham bahwa hasil laut yang namanya berakhiran ”ng” biasanya memiliki kandungan protein dan lemak yang tinggi. Bahkan dewasa ini, teripang atau mentimun laut sudah dibudidayakan dalam berbagai kemasan obat karena diyakini memiliki daya penyembuh berbagai macam penyakit.

Di warung Basri yang kecil dan sederhana, kepiting yang katanya dibeli dari Calang, ibu kota Kabupaten Aceh Jaya, dilepaskan di kotak keranjang di depan dapurnya. Para pembeli boleh memilih kepiting yang diinginkan. Basri akan mengambil kepiting itu, memotong-motong, mencuci bersih, kemudian memasak.

Sebesar paha ayam

Ukuran kepiting itu bervariasi, mulai dari yang hanya 200 gram sampai 2.000 gram per ekor. Sekadar untuk dibayangkan, kepiting dengan berat 1,6 kilogram memiliki cangkang kaki sebesar paha ayam potong seberat 1 kilogram.

Jika kepiting yang Anda pilih seberat 1,6 kilogram, tinggal mengira-ira saja berapa harga satu porsi mi yang Anda nikmati. Menurut Basri, harga kepiting mentah itu Rp 45.000 sekilogramnya. Apabila Anda ingin sekadar mencoba, tidak ada salahnya memilih kepiting kecil yang beratnya sekitar 0,25 kilogram sampai 0,5 kilogram.

Sambil menunggu kepiting masak, Basri mengeluarkan piring kosong di depan setiap konsumen yang di atasnya ada semacam alat untuk menjepit. Piring itu nantinya digunakan untuk menampung kulit kepiting.

Di samping piring kosong dan alat penjepit, pelayan juga mengeluarkan tempat air dari plastik yang ditaruh di dalam ember plastik kecil. Jangan salah paham, air tersebut bukan untuk diminum melainkan untuk mencuci tangan. Jadi, sebagai pengganti wastafel.

Ketika mi kepiting telah terhidang, bau kepiting yang khas memenuhi warung. Pertama-tama, cicipi kuahnya yang kental dengan rasa manis kepiting yang lezat. Setelah mi dan kepiting agak dingin, tibalah saat memotong-motong kepiting yang masih terlalu besar.

Untuk memotong kepiting, ada kiatnya. Cangkang kepiting setebal kira-kira 3 milimeter itu di samping keras juga sangat licin.

Caranya, alat penjepit itu harus diletakkan di antara kaki-kaki kepiting yang masih tersisa sehingga tidak mudah meleset karena licin. Kalau belum berhasil juga membelah cangkang kepiting, Anda bisa meminjam pisau besar milik Basri.

Nah, setelah cangkang kaki dipecahkan, tarik pelan-pelan dagingnya yang sebesar paha ayam, kemudian gigit sedikit demi sedikit. Lebih nikmat jika daging kepiting itu dicelup ke kuah di piring. Tiada kata lain yang tepat untuk melukiskan, kecuali nikmat.

Pascatsunami

Basri berjualan mi kepiting baru saja, yaitu setelah Aceh terkena tsunami pada 26 Desember 2004 pagi.

Sebelumnya, dia berjualan buah-buahan dengan menggunakan becak untuk berkeliling menyusuri seluruh kota. Kata Basri, menjual buah membutuhkan modal relatif besar, dengan risiko cukup tinggi. Jika tidak laku, cepat membusuk dan harus dibuang.

Namun, mengapa pilihannya mi kepiting?

Di samping modalnya tidak harus sebesar modal berjualan buah, alasan lain adalah karena risikonya tidak sebesar berjualan buah. Kemudian dia ingat, sewaktu dia masih kecil, neneknya sering memasak mi kepiting. Maka ia hanya melanjutkan resep neneknya tersebut.

Menurut Rizal, pengemudi mobil yang kami carter, banyak orang kulit putih yang telah diantarkannya ke warung Harkat Syedara (kata Rizal, artinya berkat saudara). Sebagian dari mereka menyatakan puas dan ingin kembali lagi makan di situ, meskipun mereka juga mengeluhkan antrenya yang lama sekali.

Itulah mungkin sebabnya, jika di Jalan Makam Pahlawan itu dahulunya hanya Basri yang berjualan mi kepiting dan buka siang-malam, tetangga depan rumah belakangan juga ikut-ikutan berjualan mi kepiting walaupun hanya buka malam hari. Bisa jadi bermaksud menampung limpahan dari warung Basri yang tidak sabar antre.

Setiap harinya warung Basri menghabiskan 25 kilogram sampai 50 kilogram kepiting. Jika dulu dia pergi sendiri membeli kepiting ke Calang, sekarang peternak kepiting dari Calang secara teratur mengirimkan kepiting untuk warung Basri.

Cara penyajian

Suami-istri Basri tidak merahasiakan resep mi kepiting mereka. Seperti pada umumnya masakan mi, bumbu dasar di warung mi kepiting milik Basri adalah bawang putih dan lada, ditambah sayuran kubis dan sawi.

Cara memasaknya juga sama seperti cara memasak mi biasa. Mula-mula dituangkan minyak goreng di wajan besar, setelah panas dimasukkan bawang putih yang telah diiris halus. Setelah tumisan bawang berbau harum, kepiting dimasukkan dan ditambahkan air sehingga seluruh badan kepiting terendam. Setelah itu wajan ditutup, sesekali diaduk-aduk, dan dituangi air sampai kepitingnya masak. Berikutnya masukkan mi kering, kemudian sayur, lada bubuk, garam dan penyedap rasa bila memang menginginkan. Setelah mi masak, kemudian dituang ke piring.

Namun, tunggu, jangan buru-buru menikmatinya karena masih sangat panas. Cicipilah kuahnya dengan sendok sedikit demi sedikit, hemmm, sedap dan rasa manis kepiting tak terkatakan!

Berbeda dengan mi yang dijual oleh restoran-restoran di kota besar yang biasanya ditambahkan minyak wijen serta saus arak putih, bumbu mi di warung Basri tidak diberi itu semua. Mungkin jika ditambahkan berbagai macam penyedap rasa, aroma dan rasa kepiting akan hilang, tenggelam oleh tambahan bumbu sehingga rasa kepiting yang terkenal tinggi protein menjadi kurang dominan.

Kompas
Kushartati
Redaktur Majalah Berbahasa Jawa Damar Jati.

Diposting oleh petani berdasi

Siang2 begini,menikmati pepes ikan mas sambil lesehan di halaman/taman belakang rumah.??
Heem,,,sangat nikmat sekali,apalagi sambil mendengarkan musik campursari-an ganyeng tenan...
berikut ini resepnya :
...

Bahan-bahan
1 kg ikan mas
1 ikat daun kemangi
3 sdm cuka
1 batang serai
2 lembar daun salam
daun pisang secukupnya
Bumbu Halus
7 butir bawang merah
3 siung bawang putih
5 buah cabe merah
2 ruas jari kunyit
5 butir kemiri
garam secukupnya
gula secukupnya
Cara Membuat
Siangi ikan emas, buang isi perutnya, cuci hingga bersih. Lalu rendam dengan cuka dan garam selama 10 menit.
Campur ikan bersama bumbu yang telah dihaluskan bersama juga dengan kemangi, aduk-aduk rata.
Bungkus dengan daun pisang yang sebelumnya telah diolesi dengan minyak.
Kukus hingga matang.

Diposting oleh petani berdasi

Kalau tak sempat ke pulau dewata untuk mencicipi enaknya bebek goreng khas pulau ini, coba saja membuat sendiri bebek goreng khas Bali ini. Bebeknya gurih empuk, terutama saat dimakan hangat dengan sambal matah dan urap sayuran yang pedas dan sedap!
...

Bahan :
Bebek Goreng :1 ekor (900 g) bebek, potong 4 bagian

4 sdm minyak sayur
2lembar daun salam
2 lembar daun jeruk
1 batang serai, memarkan

Bumbu, haluskan
2 cm jahe segar
2 cm kencur
2 cm lengkuas
8 siung bawang putih
1 sdt terasi goreng
1/2 sdt ketumbar
1 sdt merica butiran
1 sdt gula pasir
2 sdt garam
Pelengkap :
Sambal Matah Urap Kacang Panjang
Cara membuat :
- Aduk bebek dengan Bumbu Halus hingga rata. Diamkan selama beberapa jam.
- Panaskan minyak, masukkan bebek berbumbu, daun salam, daun jeruk dan serai.
- Aduk hingga bebek kaku dan berubah warna.
- Tuangi air, masak dengan api kecil hingga daging bebek empuk. Angkat, dinginkan.
- Panaskan minyak banyak di atas api sedang, goreng hingga bebek kering. Angkat dan tiriskan.
Sajikan dengan Sambal Matah dan Urap Kacang Panjang.
Untuk 4 orang

Sambal Matah
Bahan:
3 sdm minyak sayur
1 sdt terasi
3 butir bawang merah, iris tipis
2 siung bawang putih, iris tipis
3 buah cabai rawit merah, iris halus
2 lembar daun jeruk purut, iris halus
1 batang serai, ambil bagian yang putih, iris halus
1/2 sdt garam1 butir jeruk limau, ambil airnya
Cara membuat :
Panaskan minyak, goreng terasi hingga harum. Angkat
Aduk dengan bahan lainnya hingga rata.
Beri air jeruk limau, aduk rata.
Sajikan bersama nasi hangat-hangat
Untuk 8 orang


Diposting oleh petani berdasi
Orang yang memelihara angsa sekarang ini sudah jarang kita temui. Padahal tanpa makanan yang khusus, angsa dapat berkembang biak dengan lebih baik dibandingkan kebanyakan unggas lainnya. Angsa tergolong sangat bandel dan relatif mudah tumbuh menjadi besar. Mereka lebih tahan terhadap penyakit dan hampir tidak memerlukan obat-obatan.
Satu hal yang barangkali meragukan, yaitu tentang air. Orang sering disodorkan foto angsa di atas air sehingga berkonotasi bahwa angsa dan air tidak dapat dipisahkan. Sebenarnya tidak demikian, bahkan sebaliknya lumpur dapat menimbulkan penyakit pada angsa. Angsa jelas dapat menjadi ternak peliharaan yang baik di pekarangan rumah.
...

Pemilihan bibit
Pertama-tama yang harus ditentukan adalah pemilihan bibit angsa. Memilih bibit tergantung dari tujuan pemeliharaannya. Bila untuk sekedar hobby maka akan banyak pilihan karena sifatnya kesukaan pribadi. Sedangkan untuk keperluan memproduksi daging atau telur, pilihan menjadi agak terbatas karena harus memperhitungkan faktor ekonomis yaitu ongkos produksi harus lebih rendah dari harga jual. Mengkalkulasi ongkos produksi sudah barang tentu bukan pekerjaan mudah bagi seorang pemula. Barangkali salah satu cara untuk mengurangi kerugian dari kemungkinan gagal adalah mulailah dengan sedikit. Untuk produksi daging usahakan agar waktu penjualannya yaitu saat angsa berumur 4 sampai 6 bulan jatuh menjelang Hari Raya Idulfitri yang biasanya harganya lebih baik. Untuk patokan harga daging dan telur tiap hari bisa dilihat di Departemen Perdagangan dan Perindustrian R.I.

Jenis bibit angsa yang terkenal diantaranya adalah Toulouse, Embden dan African yang tergolong paling berat tubuhnya, Pilgrim yang berat tubuhnya pertengahan dan Chinese yang paling ringan beratnya. Walaupun demikian, kecepatan pertumbuhan dan kemampuan berproduksi telur pada jenis bibit yang sama belum tentu akan sama hasilnya. Jadi dari pengalaman berternak nantinya, pilihlah bibit dari induk yang pertumbuhannya paling cepat dan menghasilkan banyak telur.

Kandang dan peralatan
Angsa tergolong binatang yang tidak kerasan tinggal di kandang. Biarkan mereka berkeliaran di halaman belakang sampai batas tertentu. Kandang diperlukan sebagai tempat berteduh dari hujan lebat dan angin kencang disamping sebagai tempat tidurnya. Ukuran kandang yang dianggap memadai untuk tiap ekor angsa adalah 1 X 1 meter persegi ditambah 3 sampai 4 X 1 meter persegi sebagai pekarangannya. Atap kandang diusahakan tidak bocor agar waktu hujan tetap kering. Makanan sebaiknya dibiasakan diberikan dalam kandang dalam baskom atau wadah plastik yang terbuka. Air minumannya diusakan berada di luar kandang untuk menjaga agar kandang tetap kering. Sarang tidak diperlukan kecuali sudah ada yang bertelur. Sarang bisa dibuat dari kotak kayu yang di dalamnya diberi alas dari serutan kayu atau pecahan strowbur. Cahaya di kandang harus cukup untuk menstimulasi percepatan produksi telur.

Memberi makan
Dalam masa pembiakan, pemberian 15% protein ditambah vitamin dalam kadar yang sama seperti untuk ayam dalam masa pembiakan dianggap telah cukup memenuhi kebutuhan nutrisi. Makanan sebaiknya tetap tersedia, demikian pula halnya dengan kulit kerang dan pasir. Makanan lainnya tidak ada yang spesifik, dedak dicampur sayuran atau sisa makananpun tidak menjadi masalah. Angsa sangat lahap dalam memakan rumput atau daun-daunan. Dibawah ini adalah tabel komposisi nutrisi sebagai acuan apabila memungkinkan untuk memberikannya.

Komposisi bahan
Starter
Grower-Finisher(Range)
Ground yellow corn
15
20
Ground barley
20
25
Ground oats
20
25
Meat scrap (50%)
2
3
Soybean oil meal (47%)
21,5
4
Dried whey
2
-
Dehidrated alfalfa meal (17%)
3
-
Dicalcium phosphate
0,5
-
Iodized salt
1
1
TOTAL
100
100
Tambahan:
Riboflavin
2 gram/ton
-
Niacin
20 gram/ton
-
Vitamin B12
6 miligram/ton
-
Apabila pemeliharaan angsa dimaksudkan untuk dikonsumsi, umur angsa yang baik untuk dikonsumsi adalah 4 sampai 6 bulan. Keram mereka pada sangkar yang lebih kecil dan berikan makanan penuh (full feed) 3 atau 4 minggu sebelum batas waktu dikonsumsi.
Adalah sangat mungkin untuk menumbuhkan angsa lebih cepat dengan memberi makan penuh (full feeding grower-finisher pellets) sepanjang masa pertumbuhan. Akan tetapi bila mereka telah mencapai berat yang diinginkan (5,5 sampai 7,5 kilogram) dalam waktu 12 sampai 14 minggu, maka kondisi bulunya akan banyak bulu-bulu pendek yang akan sulit dicabut dan dibersihkan. Setelah lewat 14 minggu, kondisi bulunya akan cepat membaik. Jadi ada baiknya menghemat rumput dengan membatasi pemberiannya pada masa awal dan berkonsentrasi pada masa akhir menjelang dikonsumsi atau dipasarkan.
Pembiakan
Biasanya angsa paling baik dijodohkan sepasang atau bertiga. Angsa jantan yang perkasa akan puas mendapat jodoh dengan 4 atau 5 betina. Apabila mereka telah memilih sendiri pasangannya, maka banyak sekali jantan berpasangan dengan betina yang sama dari tahun ke tahun. Jumlah telur yang dihasilan pada tahun ke dua akan lebih vanyak dari tahun pertama. Prosentase keberhasilan penetasannyapun semakin baik. Induk angsa dapat terus memproduksi telur sampai 10 tahun. Dari hasil penelitian, kemampuan reproduksi angsa jantan lebih cepat menurun dibandingkan angsa betina.
Pemeliharaan telur
Ambil telur dua kali tiap hari, terutama pada musim hujan. Selalu hati-hati dalam pengentasan telur. Berihkan bilamana dipandang perlu. Temperatur yang paling baik pada tempat penyimpanan telur adalah 7 sampai 13°C dengan kelembaban relatif paling kecil 70%. Bila telur akan disimpan lebih dari dua hari, balikkan tiap hari agar prosentase penetasannya meningkat. Apabila cara penyimpanan telur kurang baik, prosentase penetasan ini menurun setelah telur disimpan 6 - 7 hari. Apabila cara penyimpanannya tepat telur dapat bertahan 10 sampai 14 hari dengan hasil pengentasan yang tidak berkurang.
Pengeraman telur
Masa penginkubasian telur angsa yang paling umum adalah antara 29 sampai 30 hari. Empat sampai enam telur dapat diinkubasi pada setelan untuk ayam betina sedangkan 10 sampai 12 telur pada setelan angsa. Balikkan telur tiga atau lima kali sehari apabila incubator tidak bekerja sendiri. Angka bilangan pembalikkan telur harus ganjil untuk mencegah letak telur berada pada posisi yang sama tiap malam.
Apabila telur dieram oleh induk ayam, ambilah anak angsa dari sarang segera setelah dientaskan. Simpan di tempat yang hangat sampai beberapa jam. Apabila anak angsa tidak segera diambil, maka induk ayam mungkin akan meninggalkan sarangnya lebih awal sebelum semua telur menetas.
sumber : peternakan

Diposting oleh petani berdasi
Kamis, 19 Februari 2009 di 17.01 | 0 komentar  

Disebuah toko sepatu di kawasan perbelanjaan termewah di sebuah kota , nampak di etalase sebuah sepatu dengan anggun diterangi oleh lampu yang indah. Dari tadi dia nampak jumawa dengan posisinya, sesekali dia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memamerkan kemolekan designnya, haknya yang tinggi dengan warna coklat tua semakin menambah kemolekan yang dimilikinya.
...

Pada saat jam istirahat, seorang pramuniaga yang akan makan siang meletakkan sepasang sandal jepit tidak jauh dari letak sang sepatu.

“Hai sandal jepit, sial sekali nasib kamu, diciptakan sekali saja dalam bentuk buruk dan tidak menarik”, sergah sang sepatu dengan nada congkak.

Sandal jepit hanya terdiam dan melemparkan sebuah senyum persahabatan.

“Apa menariknya menjadi sandal jepit ?, tidak ada kebanggaan bagi para pemakainya, tidak pernah mendapatkan tempat penyimpanan yang istimewa, dan tidak pernah disesali pada saat hilang, kasihan sekali kamu”, ujar sang sepatu dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis.

Sandal jepit menarik nafas panjang, sambil menatap sang sepatu dengan tatapan lembut, dia berkata

“Wahai sepatu yang terhormat, mungkin semua orang akan memiliki kebanggaan jika memakai sepatu yang indah dan mewah sepertimu. Mereka akan menyimpannya di tempat yang terjaga, membersihkannya meskipun masih bersih, bahkan sekali-sekali memamerkan kepada sanak keluarga maupun tetangga yang berkunjung ke rumahnya”. Sandal jepit berhenti berbicara sejenak dan membiarkan sang sepatu menikmati pujiannya.

“Tetapi sepatu yang terhormat, kamu hanya menemaninya di didalam kesemuan, pergi ke kantor maupun ke undangan-undangan pesta untuk sekedar sebuah kebanggaan. Kamu hanya dipakai sesekali saja. Bedakan dengan aku. Aku siap menemani kemana saja pemakaiku pergi, bahkan aku sangat loyal meski dipakai ke toilet ataupun kamar mandi. Aku memunculkan kerinduan bagi pemakaiku. Setelah dia seharian dalam cengkeraman keindahanmu, maka manusia akan segera merindukanku. Karena apa wahai sepatu?. Karena aku memunculkan kenyamanan dan kelonggaran. Aku tidak membutuhkan perhatian dan perawatan yang spesial. Dalam kamus kehidupanku, jika kita ingin membuat orang bahagia maka kita harus menciptakan kenyamanan untuknya”, Sandal jepit berkata dengan antusias dan membiarkan sang sepatu terpana.

“Sepatu ! Sahabatku yang terhormat, untuk apa kehebatan kalau sekedar untuk dipamerkan dan menimbulkan efek ketakutan untuk kehilangan. Untuk apa kepandaian dikeluarkan hanya untuk sekedar mendapatkan kekaguman.” Sepatu mulai tersihir oleh ucapan sandal jepit.

“Tapi bukankah menyenangkan jika kita dikagumi banyak orang”, jawab sepatu mencoba mencari pembenar atas posisinya.

Sandal jepit tersenyum dengan bijak “Sahabatku! ditengah kekaguman sesungguhnya kita sedang menciptakan tembok pembeda yang tebal, semakin kita ingin dikagumi maka sesungguhnya kita sedang membangun temboknya”

Dari pintu toko nampak sang pramuniaga tergesa-gesa mengambil sandal jepit karena ingin bersegera mengambil air wudhu. Sambil tersenyum bahagia sandal jepit berbisik kepada sang sepatu

“Lihat sahabatku, bahkan untuk berbuat kebaikanpun manusia mengajakku dan meninggalkanmu”

Sepatu menatap kepergian sandal jepit ke mushola dengan penuh kekaguman seraya berbisik perlahan “Terima kasih, engkau telah memberikan pelajaran yang berharga sahabatku, sandal jepit yang terhormat”.
Sumber: Milis Motivasi/wongrembang.com

Diposting oleh petani berdasi

Sawahlunto - Bagi kaum ibu warga Mundam Sakti, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumatera Barat, belalang bagai sumber makanan yang tak ada habisnya, seusai musim panen padi. Hampir sepanjang malam mereka turun ke sawah, mencari belalang untuk santapan makan keluarga.

Usai sholat isya, Janewar, bersiap hendak turun ke sawah. Perlengkapan untuk menangkap belalang tengah dipersiapkan. Malam itu, Janewar bersama ibu-ibu lainnya warga Mundam Sakti, hendak berburu si kaki panjang, yang hinggap di pucuk rerumputan liar.


...

Berbekal lampu colok atau obor, dan botol plastik bekas air mineral, rombongan kaum ibu, segera bersiap menuju ke sawah. Kerlap kerlip cahaya obor, menerangi perjalanan mereka menyusuri pematang sawah. Sesekali terdengar gelak tawa, menandakan kegembiraan menyambut datangnya musim panen belalang, yang akan berlangsung selama 2 hingga 3 bulan.

Setiba di sawah, si kaki panjang, langsung menjadi sasaran perburuan. Kondisi sawah yang masih berlumpur, tak menjadi halangan. Begitu si kaki panjang terlihat, tangan harus cekatan menangkapnya, agar tak keburu melompat. Berburu belalang bukannya tanpa resiko. Jika mata tak awas, bisa-bisa salah tangkap.

Selain warna belalang tak jauh beda dengan warna rumput tempat hinggapnya, tidak semua jenis belalang yang terdapat di sawah, bisa dimakan. Mata harus jeli mengenali 3 jenis belalang yang enak disantap, seperti jenis sianjung, beras, dan ponggok. resiko lain, jika tak hati-hati, ular sawah dan lintah, sewaktu-waktu dapat menyerang. Setelah dirasa cukup hasil tangkapan belalang malam itu, rombongan kaum ibu segera beranjak pulang.

Karena musim belalang tidak setiap saat datang, maka masakan yang terhidang, benar-benar diolah hingga mengundang selera makan. Begitu balado atau gulai belalang disajikan, semua jerih payah di sawah malam itu, terlupakan sudah. Dan esok malam, mereka akan kembali turun ke sawah, berburu belalang hingga musim tanam padi tiba.(Idh)


Sumber : www.indosiar.com



Diposting oleh petani berdasi

Meski sudah pensiun, H Mahrup Kaseh (60) tetap produktif. Warga Jalan Panji Asmara II Nomor 4 Mataram itu memproduksi jamur tiram yang masih asing bagi warga Nusa Tenggara Barat. "Sampai sekarang banyak yang bertanya, makan tengkong (jamur) apa ndak membuat mabuk dan pingsan," tutur Mahrup.
Jamur tiram bikinannya lebih singkat dalam proses produksinya dibandingkan dengan proses produksi jamur lain yang ia baca dari berbagai buku referensi. Sebutlah seperti membuat media induk jamur dengan tabung reaksi, lalu dipindah ke tabung bibit dan tabung media sebar, yang masing-masing perlu waktu tiga bulan.

...

Mahrup mempersingkat proses pertumbuhan jamur dari media induk ke media sebar. Caranya mencampur bahan pokok seperti serbuk gergaji, dedak halus, tepung jagung, dan kapur. Setelah disiram air secukupnya, campuran itu diberi pupuk urea dan NPK organik sekadarnya untuk mempercepat proses fermentasi bahan-bahan baku jamur tiram itu.
Sekitar 24 jam kemudian, bahan baku tadi-yang nantinya jadi media tanam- dimasukkan ke dalam alat pres yang dibuatnya sendiri. Hasilnya media tanam berbentuk seperti botol. Media tanam itu dimasukkan dalam polybag atau kantung tanaman dari lembaran plastik yang berlubang-lubang. Bagian atasnya ditutup dengan kapas sebelum dimasukkan ke dalam alat khusus untuk disteril selama 24 jam dengan suhu maksimum 120 derajat Celcius.
Setelah dingin, media tanam jamur dimasukkan ke ruang inkubasi selama sebulan, menunggu tumbuhnya miselium (benang-benang jamur), lalu disimpan di ruang produksi. Sekitar empat bulan kemudian jamur bisa dipanen, dan media jamur itu bisa dipanen maksimal tiga kali.
Untuk mempercepat tumbuhnya miselium, Mahrup memiliki formula khusus yang disebutnya starter, diracik dari tepung jagung halus dan adonan dedak halus yang diayak dengan ayakan kopi. Formula itu dibubuhi di bagian atas media jamur.
"Dalam buku referensi ada bahan yang disebut PDA (Potatoes Dikstrosa Agar). Bahan dikstrosa ini kan susah dicari di Lombok sehingga saya coba bahan lain sebagai substitusinya (tepung jagung halus dan dedak halus)," ujar Mahrup.
Dengan formula pengganti itu, kerja Mahrup lebih efisien, sebab substrat biang murni pertumbuhan jamur itu (PDA) semula dibeli dari pengusaha di Surabaya.
Formula temuan itu mengantarkan Mahrup meraih Anugerah Teknologi Tepat Guna, Kategori Pengembang, dari Pemerintah Provinsi NTB, saat Hari Ulang Tahun NTB, 17 Desember 2004. Ia mendapat hadiah Rp 2.900.000.
Kini produksi jamur Mahrup rata-rata tujuh kilogram per hari dan laku keras dijual di beberapa pasar. Harga jamur tiram dalam kemasan satu ons Rp 20.000 per kilogram (Rp 2.000 per ons), atau lebih tinggi bila dijual eceran di pasar sebesar Rp 3.000-Rp 3.500 per ons. Banyaknya permintaan membuatnya kewalahan melayani konsumen karena produksinya habis terjual dalam sehari.
Selain melayani permintaan jamur tiram, ia juga menjual media jamur rekayasanya sendiri ke petani mitra usaha seharga Rp 2.500 per polybag, dan untuk kalangan umum dijual Rp 3.000-Rp 5.000 per polybag. Perbedaan itu disengaja agar pengusaha mendapat keuntungan dari selisih pembelian dan penjualan. Harga pembelian media jamur sudah tertutup hasil sekali panen, padahal media jamur itu maksimal digunakan untuk tiga kali masa produksi.
Tiap mitra usahanya selain dijatah media jamur sebanyak 200 polybag per bulan, juga disepakati soal harga guna stabilisasi harga. "Jangan sampai harga jadi kacau bila jamur dijual terlalu tinggi atau terlalu rendah," ungkapnya.
Pemasaran jamur tiram maupun media pertumbuhan jamurnya tersebar di Kota Mataram, sejumlah desa di Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat. Khusus untuk Pulau Sumbawa, pemesan biasanya membeli produk jamur.
"SAYA ingin menunjukkan kepada anak-anak bahwa usia tua bukanlah halangan untuk berprestasi," ujar Mahrup, yang pensiun dari Kantor Dinas Perkebunan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1998. Meski demikian, lelaki kelahiran Selong, Ibu Kota Lombok Timur, itu mengaku persinggungannya dengan produksi jamur tiram berlatar belakang ekonomi.
Pasalnya, gaji pensiun sebagai Pegawai negeri sipil sebagian besar tersedot untuk kebutuhan sehari-hari, sementara lima anaknya butuh biaya untuk sekolah dan kuliah. Karena itu, ia menekuni budidaya jamur. Apalagi bahan baku media jamur, yaitu serbuk kayu gergaji, mudah didapatkan di Mataram. "Asal kuat ngangkut saja, malah tukang gergaji berharap saya mengambil semua serbuk gergaji itu," ucapnya.
Tahun 2000 dia merintis usahanya dengan membuat media dengan bibit (PDA tadi) yang dibeli dari Pulau Jawa. Jamur yang produknya dipasarkan sendiri sembari mencari mitra kerja yang bersedia menampung produksinya itu ia beri merek dagang Nihida. Produknya bisa "diatur", rasanya seperti rasa kaldu daging kambing, sapi, dan ayam.
Produknya lambat laun dikenal masyarakat. Bahkan, bengkel kerjanya menjadi tempat pelatihan para mitra usaha dan tempat magang karyawan dinas/instansi, maupun sejumlah anggota lembaga yang bergerak di bidang industri rumah tangga serta ekonomi produktif lainnya.
Setelah bekerja sendiri, dari meracik bahan hingga pemasaran, Mahrup kini dibantu enam pekerja, dua di antaranya pekerja tetap yang bertugas mengadon bahan baku media jamur, dan Mahrup selaku ahlinya. Dua karyawannya itu diupah Rp 200.000 per orang, plus makan-minum tiap hari. Bengkel kerjanya menjadi ramai didatangi anak-anak yang menjual jasa: memasukkan media jamur ke polybag. Mereka diupah Rp 100 per polybag per orang, dan dalam sehari mereka rata-rata mampu menyelesaikan 100 polybag.
Mahrup tidak takut mendapat saingan dari produk lain. Dia juga tidak gentar jika formulanya disadap orang. Alasannya, mutu tergantung pada bahan baku, namun yang terpenting adalah aspek nonteknis yang tidak semua orang memilikinya.
"Sudah banyak yang magang kerja di sini, tetapi selesai magang, mereka datang mengadu, kok media jamur yang dibuatnya hasilnya tidak seperti produk yang saya buat," ucap Mahrup. (KHAERUL ANWAR)


Diposting oleh petani berdasi

ARANG!
Pada bahan bakar inilah hidup Mbah Setrowikromo berkisar. Hanya aranglah yang mengatur irama hidupnya. Hanya aranglah yang memberinya rezeki. Hanya pada arang pula ia menumpukan harapannya.

MBAH Setro buta huruf. Ia tak tahu berapa umurnya. Yang ia tahu, pada zaman Belanda dulu ia sudah menjual arang, 4 sen harganya sekeranjang. Sekarang ia juga masih berjualan arang, sekeranjang harganya Rp 12.000 sampai Rp 15.000. Sejak zaman Belanda, selama puluhan tahun, ia selalu menjalankan irama hidup yang senantiasa sama.

...

Fajar merekah, bersamaan dengan azan subuh, Mbah Setro bangun. Khatijah, istrinya, menyiapkan teh panas. Sehabis minum teh, Mbah Setro menyunggi keranjang arang di atas kepalanya. Lalu pergilah ia meninggalkan desanya, Suko, Kelurahan Seloarjo, Kecamatan Pundong, Bantul.


IA berjalan berkilo-kilometer panjangnya. Kadang, ia berjalan bahkan sampai ke daerah kota Yogyakarta, seperti Patang Puluhan dan Karangkajen. Baru ketika arangnya laku, ia pulang ke desanya. Jika arangnya cepat laku, ia bisa sampai di rumah lagi sekitar pukul dua belas siang. Namun, kerap juga, sampai azan asar belum juga ia pulang.

"Kalau sampai sore ia belum pulang, saya keluar ke jalan di depan masjid desa. Saya tunggu dia di sana. Ketika terlihat dari jauh ia datang, hati saya lega. Lha bagaimana, namanya kita tinggal hidup berdua saja," tutur Khatijah. Sesampainya di rumah, Mbah Setro masih bekerja. Ia membakar kayu untuk dijadikan arang.

Biasanya ia dapat menjadikan sekeranjang arang dari dua ikat kayu. Per ikat kayu dibelinya dengan harga Rp 5.000. Sekeranjang arang dijualnya Rp 12.000 sampai Rp 15.000. Jadi, dari sekeranjang arang ia hanya mendapat untung Rp 2.000 sampai Rp 5000. "Itu kalau tidak terjadi apa-apa. Bisa terjadi saya lupa menengok kayu yang sedang diperam jadi arang. Tahu-tahu kayu terbakar, habis, jadi abu," tutur Mbah Setro. Sementara Mbah Setro membakar arang, istrinya menanak nasi dan memasak lauk seadanya.

Setiap kali mau berangkat kerja, Mbah Setro selalu mendoakan rapal doa ini: Kakang kawah adi ari-ari, dongakna aku slamet, aku arep mlaku, dongakna payu. Mbah Setro percaya, kakang kawah dan adi ari-ari adalah saudara kandungnya yang tak kelihatan. Dengan doa di atas, ia mohon semoga kedua saudara kandungnya itu selalu menemani perjalanannya, agar ia selamat, dan semoga mereka membantu, agar arangnya laku. Maka, kendati selalu berjalan sendirian sambil menyunggi arang, Mbah Setro tidak pernah merasa sendiri dan kesepian.

Perjalanan panjang sambil membawa beban berat tentulah melelahkan. Apalagi bila panas sedang menyengat, atau hujan sedang turun menderas. "Kalau lelah, ya beristirahat. Kalau hujan, ya berteduh," katanya. Itulah resep sederhana Mbah Setro untuk mengatasi kelelahan dan tantangan cuaca di atas.

SUDAH tentu, di tengah jalan Mbah Setro juga dilanda rasa haus dan lapar. Namun, tak pernah ia mengalah untuk memuaskan rasa haus dan lapar itu, misalnya dengan jajan. "Saya khawatir, sekali saya jajan, saya jadi wanuh (terbiasa). Lalu lain kali saya ingin jajan lagi. Uang saya sedikit. Buat jajan, bisa cepat habis," kata Mbah Setro. "Jangankan jajan, diberi makan atau kue-kue saja ia tidak mau. Kalau toh mau, ia mengambil kuenya saja untuk dibawa pulang," tutur Khatijah.

Praktis, Mbah Setro seperti berpuasa setiap hari. Pada saat subuh, ia hanya minum teh panas walau sering tersedia nasi dan lauk, sisa makanan malam hari. Sepanjang perjalanan, ia tidak makan dan minum, sampai ia pulang kembali ke rumah. Baru pada petang hari ia mengisi perutnya. Jadi, ia hanya makan sekali sehari. Uniknya, pada masa puasa, ia malah makan dua kali. Selain pada petang hari, ia juga makan pada saat sahur, sekalian menyiapkan diri untuk berjualan arang.

Pernah terjadi, suatu hari di daerah Karangkajen, Yogyakarta, ia dilanda rasa haus luar biasa. Kebetulan ia berjumpa dengan anaknya yang kedua, Tukiman, yang menjadi tukang becak. Ia minta minum, dan Tukiman membelikan air minum dalam kemasan untuknya. "Dalam perjalanan pulang, saya buka tutupnya, lalu saya incipi, eh ternyata rasanya kok cuma anyep, seperti air biasa," kata Mbah Setro. Mbah Setro ternyata belum mengenal air minum dalam kemasan.

Mbah Setro sadar, berjualan itu tidak selalu lancar. Pernah ia ditipu. Ia setor arang sampai enam keranjang kepada seorang bakul hanya dibayar satu keranjang.

Pernah juga Mbah Setro kecelakaan. Hari itu ia mendapat pesanan arang. Lain daripada biasanya, kali ini ia tidak menyunggi, tetapi memikul arang. Ia membatin, hari ini ia akan mendapat rezeki lebih besar.

Ternyata di tengah jalan ia ditabrak mobil. Arangnya berantakan, dan ia terjepit di antara roda belakang. Ia lalu dirawat di rumah sakit, dan dibawa ke sangkal putung. Sekarang punggungnya tidak sesehat dulu.

MESKI miskin, suami istri Setrowikromo merasa tidak berkekurangan. Mereka juga tidak pernah meminta uang dari ketiga anaknya. "Untuk kami berdua, segelas beras sudah cukup. Yang mesti kami pikirkan, bagaimana menyumbang tetangga yang mempunyai hajatan," tutur Khatijah, yang sehari-hari mencari dan menjual daun pohon jati untuk tambahan nafkah.

Maka beginilah mereka mengatur ekonominya. Penghasilan Mbah Setro disimpan untuk jaga-jaga kalau harus menyumbang hajatan di desanya. Untuk sehari-hari mereka mencukupkan diri dengan hasil Khatijah menjual daun jati.

Tiap hari Khatijah bisa mengumpulkan dan menjual empat atau lima ikat daun jati. Per ikat harganya Rp 700 atau Rp 800. Mereka miskin, mengapa mereka mesti menyumbang Rp 20.000 sampai Rp 25.000 setiap kali ada hajatan? "Masak kalau kami diberi bingkisan yang ada ikan ayam-nya kami tega memakannya begitu saja?" jawab Khatijah.

Hidup jujur, tidak mengambil milik orang lain, hanya itulah yang setiap hari diminta Mbah Setro dan istrinya. Tiap hari Mbah Setro menyunggi arang. Upayanya ini seakan sia-sia karena tak membuahkan apa-apa. Tapi justru dalam upayanya itu tersimpan penghargaannya yang dalam terhadap hidup ini: bahwa hidup ini harus dijalani dengan tekun, jujur, dan sungguh-sungguh, kendati rasanya hanya sia-sia belaka. (Sindhunata)


Diposting oleh petani berdasi

Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota, jenis tanaman. Pada lahan pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan dalam kolam , dan hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba, kelinci, sapi dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan.Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekarangan merupakan satu kesatuan terpadu.
...

Fungsi Lahan PekaranganLahan pekarangan memiliki berbagai fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi Lumbung Hidup
Untuk menghadapi musim paceklik, pekarangan biasanya dapat membantu penghuninya menyediakan sumber pangan yang hidup (lumbung hidup) seperti : tanaman palawija, tanaman pangan dan hortikultura, hasil binatang peliharaan, dan ikan
2. Fungsi Warung Hidup
Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman dan binatang peliharaan yang setiap saat siap dijual untuk kebutuhan keluarga pemiliknya.
3. Fungsi Apotik Hidup
Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman obat-obatan, misalnya sembung, jeruk nipis, kunir, kencur, jahe, kapulaga dan sebagainya. Tanaman tersebut dapat digunakan untuk obat-obatan tradisional yang tidak kalah khasiatnya dengan obat-obatan yang diproduksi secara kimiawi.
4. Fungsi Sosial
Lahan pekarangan yang letaknya berbatasan dengan tetangga biasanya digunakan untuk ngumpul-ngumpul hajatan, tempat bermain, berdiskusi, dan kegiatan social lainnya. Hasil pekarangan biasanya saling ditukarkan dengan hasil pekarangan tetangga untuk menjalin keeratan hubungan social.
5. Fungsi Sumber Benih dan Bibit.
Pekarangan yang ditamani berbagai jenis tanaman dan untuk memelihara ternak atau ikan mampu menyediakan benih atapun bibit baik berupa biji-bijian, stek, cangkok, okulasi maupun bibit ternak dan benih ikan.
6. Fungsi Pemberian Keasrian
Pekarangan yang berisi berbagai jenis tanaman, baik tanaman merambat, tanaman perdu maupun tanaman tinggi dan besar, dapat menciptakan suasana asri dan sejuk.
7. Fungsi Pemberi Keindahan
Pekarangan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman bunga-bungaan dan pagar hidup yang ditata rapi akan memberi keindahan dan keteangan bagi penghuninya.Kolam Sederhana.

Membuat kolam ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni :
cara sederhana dengan menggali tanah yang telah ditentukan dengan bangunan non permanen dan cara modern dengan membuat tanggul secara permanen. Kedua cara tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahannya bergantung pada keadaan lingkungan di sekitarnya, dan factor social ekonomi setempat.Pilihan membuat kolam sederhana di lahan pekarangan memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :
a. Meningkatkan pendapatan dan gizi keluarga, terutama protein hewani.
b. Meningkatkan partisipasi aktif dalam gerakan program penganekaragaman pangan.
c. Biaya pembuatan relatif murahd. Teknologinya mudah dilaksanakan dan dapat menciptakan kegiatan yang bersifat mandiri
bagi setiap rumah tangga.
d. Mudah disebarluaskan.

MENGENAL JENIS IKAN.
Jenis - jenis ikan yang lazim diusahakan di kolam sederhana pada lahan pekarangan adalah : Ikan gurami, ikan tawes, ikan grass carp, ikan mujiar, ikan nila, ikan karper dan ikan lele dumbo.

A. Ikan Gurami.
Ikan gurami ( Osphronemus gouramy ) memiliki prospek cerah dengan harga cukup mahal. Ikan gurami dapat dibudidayakan dengan baik mulai diatas permukaan laut, dengan suhu air optimal antara 240 C - 280 C.Ciri - ciri ikan gurami jantan adalah sebagai berikut :
1. Dahinya bertombol dan berwarna kekuning - kuningan.
2. Kedua belah rusukbagian belakang membentuk sudut tumpul.
3. Semua sisik agak terbuka dan pada sirip tampak urat - urat rambut berwarna
kemerah - merahan.Sedangkan ciri - ciri ikan gurami betina adalah sebagai berikut :
1. Siripnya berwarna kehitam-hitaman
2. Bagian perut di belakang sirip dada membesar
3. Umur induk yang baik antara 4 tahun sampai 5 tahun dan beratnya 2 kg.
4. Lama bertelur ikan gurami antara 2 hari - 3 hari. Jumlah telur antara 1.000 butir
sampai 3.000 butir. Setelah 10 hari, telur tersebut menetas.Anak ikan gurami memakan binatang renik yang hisup sebagai periphyton, larva semut, larva rayap, bungkil kelapa, dan cincangan daun.

B. Ikan Tawes.
Ikan tawes (Puntius gonionotus) memiliki badan berwarna putih keperak-perakan sehingga sering disebut juga ikan " Putihan" atau "Bader putihan". Ikan tawes dapat dibudidayakan dengan baik mulai dari tepi pantai (di tambah air payau) sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, dengan suhu optimum antara 250 C - 330
C. namun ikan tawes lebih cocok dipelihara di dataran rendah. Bila diolah menjadi ikan asin, ikan tawes ternyata cukup tinggi harganya.Anak ikan tawes memakan ganggang bersel tunggal, zooplankton, ganggang rantai, mayas, pucuk tanaman air, dan tanaman lunak lainnya. Moncong ikan tawes kecil dan pada ujung moncong terletak mulut yang dihiasi oleh dua pasang sungut berukuran kecil.Bentuk badan ikan tawes memanjang pipih ke kesamping dengan bentuk punggung membesar. Sisik ikan tawes berwarna putih keperak-perakan dengan warna gelap di bagian punggung.

C. Ikan Mujair
Ikan mujair (Tilapia mossambica) cepat berkembang biak dan bisa hidup dimanapun, baik dataran rendah maupun dataran pegunungan, baik pada air tawar maupun air payau. Induk ikan mujair yang berumur 3,5 bulan sudah memulai bertelur sebanyak 50 butir. Satu setengah bulan berikutnya induk ikan tersebut bertelur lagi. Setiap kali bertelur jumlah telur bertambah 50 butir - 75 butir. Seekor induk dapat bertelur sampai 2.000 butir. Telur-telur tersebut biasanya disimpan di dalam mulut induknya. Penetasan telur juga terjadi di dalam mulut induknya. Setelah menetas, anak-anak ikan mujair disemburkan dari mulut induknya. Jika ada bahaya, anak-anak ikan tersebut berebut masuk kembali ke mulut induknya.

Ikan mujair dewasa gemar makan ganggang biru, sehingga dapat membantu kita membrantas penyakit malaria, sebab ganggang biru merupakan tempat bertelur nyamuk malaria.

D. Ikan Nila
Ikan Nila (Tilapia nilotica) dibedakan menjadi dua, yakni ikan nila biasa berwarna hitam keputih-putihan dan ikan nila merah berwarna merah. Bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan perbandingan antara panjang badan dan tingginya adalah 3 :
1. sisik-sisik ikan nila berukuran besar dan kasar, berbentuk etonoid dengan garis-garis vertical berwarna gelap pada siripnya.Ikan nila betina memiliki cirri-ciri sebagai berikut :1. Ukuran sisik relatif lebih kecil daripada sisik ikan nila jantan
2. Sisik di bagian bawah dagu dan perut berwarna cerah.
3. Bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip
4. Sirip punggung dan sirip ekor bergaris menyambung serta melingkar
5. bila bagian perut diurut (dipijat) tidak akan mengeluarkan cairan berwarna
bening.

Sedangkan ikan nila jantan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Ukuran sisik libih besar daripada sisik ikan nila betina
2. Sisik di bagian bawah dagu dan perut berwarna gelap
3. bentuk hidung dan rahang belakang melebar
4. Sirip punggung dan sirip ekor merupakan garis-garis yang terputus-putus.
5. Bila bagian perut diurut (dipijat) akan mengeluarkan atau memancarkan cairan
berwarna kuning.Kemampuan bertelur seekor induk ikan nila antara 300 butir sampai 1.500 butir.
Telur ikan nila berbentuk bulat kecil, berdiameter 2,8 mm, berwarna abu-abu sampai kekuning-kuningan, tidak lekat, tenggelam dalam air, dan dierami dalam mulut induk betina. Telur ikan nila menetas antara 4 hari - 5 hari kemudian.

E. Ikan Karper
Ikan Karper (Cyprinus carpio) dapat tumbuh optimal pada ketinggian sekitar 150 meter - 600 meter di atas permukaan laut, dengan suhu air antara 200 C - 250 C. ikan ini memiliki beberapa varietas, antara lain karper merah, karper sinyonya, karper punten dan karper majalaya.Karper merah atau ikan mas dicirikan oleh sisiknya yang berwarna kuning keemas-emasan. Bentuk badannya relatif panjang dan penampang bagian punggungnya tidak begitu pipih.Kolam Sederhana

A. Pengamatan Lahan Pekarangan
Pekerjaan pengamatan letak lahan pekarangan meliputi luas tanah, jenis tanah, dan lingkungan sekitarnya.
1. Luas tanah
Untuk memastikan ukuran luas tanah, kita dapat mengukurnya dengan menggunakan alat ukur berupa meteran.
2. Jenis Tanah
Untuk mengetahui jenis tanah pada areal yang akan kita bangun kolam dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. ambillah sebagian tanah lapisan atas dan tanah lapisan bawah, lalu masing-masing
dilumatkan dalam air. Setelah lembek dibuat genggaman dan ditekan sekuat-kuatnya.
Jika meninggalkan gumpalan pasir cukup banyak, berarti tanah tersebut tergolong tanah
berpasir. Akan tetapi jika hanya sedikit sisa pasirnya, berti tergolong tanah liat.
b. Jenis tanah yang baik untuk kolam ikan adalah tanah liat berpasir.

3. Lingkungan
Pengamatan lingkungan sekitar yang akan dibangun kolam antara lain meliputi :
a. Sumber air : sungai, parit, mata air, dan saluran irigasi
b. Letak pintu pemasukan dan pengeluaran air.
c. Macam tumbuhan dan bantuan yang dapat dimanfaatkan atau yang harus
dibuang/disingkirkan.

B. Penggalian tanah
1. Tanah diukur dan ditandai sesuai bentuk dan posisinya. Sebaiknya kolam berbentuk empat persegi panjang. Direncanakan luas kolam sederhana di lahan pekarangan adalah 50 m2 .
2. Sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan, tanah mulai dicangkul sampai kedalaman
100 cm - 150 cm.
3. Bersamaan dengan penggalian tanah, sekaligus dibangun pematangnya. Pematang harus
kokoh, berbentuk trapezium dan tidak bocor.
4. Dasar kolam dibuat miring antara 3 persen sampai 5 persen kearah pintu pembuangan air.
5. Pada dasar kolam perlu dibuatkan kemalir. Fungsi kemalir adalah untuk mempermudah
penangkapan ikan pada waktu dilakukan panen.

C. Persiapan Pemeliharaan
1. Bila kolam telah selesai dibuat, dilanjutkan dengan kegiatan pengapuran. Kebutuhan kapur
sekitar 5 kg - 10 kg untuk kolam seluas 50 m2 .
2. Dasar kolam ditaburi pupuk kandang 1 kg/ m2 atau 50 kg/ 50 m2 .
3. Setelah diberi kapur dan pupuk kandang, dasar kolam diairi setinggi 5 cm, dan dibiarkan
tergenang selama 5 hari - 7 hari hinga warna air berubah menjadi kehijau-hijauan
4. Akhirnya kolam diisi air sempai ketinggian 60 cm dan kini kolam tersebut siap untuk memelihara ikan.

Penebaran Benih
A. Syarat Benih
Benih ikan yang baik dan sehat memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Gerakannya lincah
2. Tidak cacat dan tidak luka di tubuhnya
3. Tidak ada tanda-tanda terserang penyakit
4. Besarnya kurang lebih seragam.

B. Pengangkutan Benih
Apabila tempat pembelian benih berjarak cukup jauh maka teknik pengangkutan benih, perlu diperhatikan yakni sebagai berikut :
1. Kantong plastik diisi dengan air bersih sebanyak sepertiga bagian.
2. Benih ikan dimasukkan sedikit demi sedikit
3. Udara yang ada di dalam kantorng plastik dikeluarkan
4. Kantong plastik diisi dengan oksigen dari tabung gas hingga penuh.
5. Ujung kantong plastik segera diikat rapat.
6. Kantong plastik terebut dimasukkan ke dalam kardus.
7. Kardus berisi benih ikan harus diangkut karena benih ikan dalam kantong plastik
hanya bertahan hidup di perjalanan sekitar 4 jam. Waktu pengangkutan sebaiknya
pagi atau malam hari.

C. Pelepasan Benih
1. Sebelum benih ditebarkan, kolam sudah digenangi air selama 4 hari - 7 hari.
2. Setibanya di lokasi, kantong plastik berisi benih ikan langsung diapungkan dalam
air kolam selama 15 - 20 menit agar terjadi penyesuaian suhu.
3. Air kolam dimasukakn ke dalam kantong plastik dan dibiarkan mengapung di kolam
selama 5 - 10 menit
4. Bila suhu sudah sesuaim pengikat kantung plastik dibuka
5. Selanjutnya kantong plastik tersebut diniringkan ke dalam air dan benih-benih ikan
dibiarkan keluar sendiri untuk berenang.
6. Kepadatan benih untuk ikan nila adalah 0,5 kg - 2 kg per m2 dengan ukuran benih
50 - 70 grm per ekor.

Diposting oleh petani berdasi



Lahan
Pada dasarnya semua lahan dapat dikembangkan menjadi lahan PO. Yang terbaik adalah lahan pertanian yang berasal dari praktek pertanian tradisional atau hutan alam yang tidak pernah mendapatkan asupan bahan-bahan agrokimia (pupuk dan pestisida).
Namun, bila lahan yang digunakan berasal dari lahan bekas budidaya pertanian konvensional (menggunakan pupuk dan pestisida kimia), lebih dahulu perlu dilakukan konversi lahan. Konversi lahan adalah upaya yang bertujuan untuk meminimalkan kandungan sisa-sisa bahan kimia yang terdapat dalam tanah dan memulihkan unsur fauna dan mikroorganisme tanah. Lamanya konversi tergantung dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis tanaman sebelumnya (sayuran, padi atau tanaman keras).

...

Masa konversi dapat diperpanjang/diperpendek tergantung pada sejarah lahan tersebut. Bila masa konversi telah lewat, lahan tersebut merupakan lahan organik. Bila kurang dari itu, maka lahan tersebut masih merupakan lahan konversi menuju organik.

Benih
Benih yang digunakan untuk budidaya PO adalah benih yang tidak mendapatkan perlakuan rekayasa genetika. Petani sebaiknya menggunakan benih lokal, atau benih hibrida yang telah beradaptasi dengan alam sekitar.
Keunggulan menggunakan benih lokal adalah mudah memperolehnya dan murah harganya, bahkan petani bisa membenihkan sendiri. Selain itu, benih lokal memiliki asal usul yang jelas dan sesuai dengan kondisi alam sekitar. Dengan memakai benih sendiri, petani juga tidak tergantung pada pihak luar.

Persiapan tanam
Lahan yang digunakan untuk produksi PO sedapat mungkin dijaga kestabilannya tanpa harus mengacaukan, yaitu berpedoman pada metode sedikit olah tanah (minimum tillage).

Tanam
Prinsip yang diterapkan dalam praktek penanaman PO selalu mencerminkan adanya tumpangsari agar tercipta keanekaragaman tanaman (varietas). Perencanaan dan teknik penanaman perlu disesuaikan dengan sifat tanaman, prinsip-prinsip pergiliran tanaman dan kondisi cuaca setempat.

Pemeliharaan Tanaman
Setiap tanaman memiliki sifat karakteristik tertentu, maka pemeliharaan tanaman ditentukan oleh sifat karakteristik tersebut. Dengan mengenali karakteristik tanaman petani dapat dengan mudah melakukan pemeliharaan yang sesuai, sehingga tujuan pemeliharaan tercapai yaitu “kebahagiaan tanaman itu sendiri”.

Pemupukan
Secara teori, lahan PO akan semakin subur karena proses-proses yang diterapkan berpedoman pada pemeliharaan tanah. Tetapi realitanya, petani seringkali kurang memahami hal ini sehingga tanah selalu lebih banyak kehilangan unsur hara —melalui erosi, penguapan, dsb— dibandingkan dengan hara yang diberikan/ditambahkan. Maka prinsip pemupukan ditentukan oleh kepekaan kita dalam mengamati/menilai kapan tanaman kekurangan makanan.

Pengendalian HPT/OPT
PO berbasis pada keseimbangan ekosistem. Konsekuensinya semua organisme yang ada (termasuk hama) dipandang ikut berperan dalam proses keseimbangan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada mahluk hidup yang tidak berguna. Yang diperlukan adalah mengendalikan hama/penyakit supaya tidak berada dalam jumlah berlebihan.
Pola tumpangsari, pergiliran tanaman, pemulsaan, rekayasa teknik menanam, dan manajemen kebun menjadi pilihan metode pengendalian HPT karena sesuai dengan prinsip keseimbangan.
Penggunaan pestisida alami diperlukan sejauh kita tahu bahwa di lahan PO sedang terjadi ketidakseimbangan, yang terlihat pada munculnya gangguan hama/penyakit. Kadar pemakaiannya juga tergantung dari tingkat gangguan yang ada.

Panen
Setiap langkah dalam proses produksi akan dinilai dari hasil panenan. Prinsip dalam panen adalah menjaga standar mutu dengan memanen tepat waktu sesuai kematangan. Cara pemanenan juga perlu berhati-hati sehingga tidak menimbulkan kerusakan atau kehilangan hasil yang lebih besar.

Pasca Panen
Kegiatan pasca panen harus mampu menekan kerusakan hasil seminimal mungkin. Metode pengolahan yang dilakukan tidak boleh mengubah sama sekali komposisi bahan aslinya. Karenanya proses seleksi, pencucian, pengepakan, penyimpanan dan pengangkutan produk organik perlu berhati-hati agar kondisi tetap segar dan sehat ketika berada di tangan pembeli. Dalam PO, kegiatan pasca panen menghindari pemakaian bahan pengawet atau perlakuan kimiawi lainnya dan seminimal mungkin melakukan proses pengolahan.

Dalam PO berlaku standar yang berfungsi sebagai pedoman bagi petani dan pelaku lain dalam menjalankan usahanya di bidang ini. Standar ini berisi prinsip-prinsip mendasar PO dan hal-hal umum yang sebaiknya dilakukan dan dihindari dalam bertani organik. Sebagai contoh, pemerintah telah menerbitkan SNI (Standar Nasional Indonesia ) 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik yang dapat menjadi acuan bagi para pelaku terkait pengembangan PO. Standar ini mengacu pada standar internasional yakni Codex CAC/GL 32/1999, dan cukup selaras dengan standar dasar IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement). BIOCert sendiri tengah mengembangkan standar PO yang selaras dengan pedoman di atas dan sesuai dengan visi dan misi BIOCert.


Diposting oleh petani berdasi
Visit the Site
Bila Anda belum menemukan cinta yang Anda inginkan, jangan buru-buru merasa unlucky in love. Karena kalimat bijak mengatakan, cinta akan datang saat kita tidak mengharapkannya. Bagaimana menurut Anda? -Copyright at Dhe To © 2009, All rights reserved