Sabtu, 28 Februari 2009
di
05.16
|
ANDA mau susu kambing? "Cobain ya, enak kok enggak enek sama seperti susu sapi."
Waktu ditawari susu kambing, orang mungkin langsung membayangkan sebuah bau yang prengus. Begitu memang kesan yang umum terjadi, saat pengelola Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Citarasa, Arsa Tanius (53), menawarkan segelas susu kambing hasil perahannya di kantornya di Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor
Terlebih lagi, saat itu Kompas disuguhi segelas susu kambing di kantor yang terletak dekat kandang kambing yang jumlahnya mencapai sekitar 200 ekor. Suara embek-embek terus terdengar.
Kambing-kambing di situ adalah jenis Peranakan Ettawa (PE) yang berasal dari India. Beda kambing perah itu dengan kambing yang diternakkan untuk diambil dagingnya adalah pada bulunya yang lebih lebat, kuping panjang, kepala lebih bulat, tubuh lebih tinggi, dan lincah. Harga jualnya pun mencapai Rp 5 juta per ekor mendekati harga seekor sapi.
Sambil menunjukkan kambing kesayangannya bernama Rambo yang berusia 2,5 tahun dan pernah meraih juara sebagai raja kambing pejantan se-Jawa Barat tahun 2001, Arsa Tanius, kelahiran 19 April 1949 di Desa Mak Hong, Kabupaten Toi San, Provinsi Canton, Cina Selatan, bercerita banyak hal tentang kambing-kambingnya.
Ia mengawali usahanya di Jakarta. Ketika itu, ayahnya (kini sudah almarhum) menderita penyakit mag kronis. Saat itu, ayahnya ditawari susu kambing oleh seorang berwarga-negara Arab Saudi untuk penyembuhan berbagai penyakitnya.
Setelah meminum susu itu dalam tiga bulan, ternyata ayahnya berangsur-angsur sembuh. Persoalannya kemudian, pasokan susu kambing terhenti. Soalnya, kambing orang Arab tadi bunting, sehingga air susunya tidak dapat diperah.
"Karena saya ingin ayah cepat sembuh, saya memberanikan diri membeli beberapa kambing lain dari orang Arab itu untuk diperah sendiri," kata Arsa.
Demikianlah, tahun 1950 itu Arsa memulai usaha peternakan kambing perah PE. Saat itu, dia membeli 10 ekor induk betina dan satu ekor kambing PE jantan, lalu memeliharanya di daerah Mangga Dua, Jakarta (sekarang tempat ini menjadi pusat perbelanjaan grosir Mangga Dua). "Setiap hari, kambing itu bisa menghasilkan enam liter susu kambing," kenangnya.
Tahun 1964, berita khasiat susu kambing ini menyebar, sehingga banyak tetangga dan kerabat dekat yang memesan. Suami Fenny Irawan (50), yang kini sudah memiliki empat anak ini pun akhirnya memberanikan diri membeli beberapa ekor lagi, sehingga jumlahnya mencapai 100 ekor. Produksi susu saat itu dapat mencapai 75 liter per hari.
Permintaan pasar yang begitu banyak membuat Arsa kebingungan, apalagi tahun 1966 pangan kambing PE berupa kulit kacang kedelai itu semakin susah didapatkan. Akhirnya, Arsa mengaku frustrasi. "Daripada mati, kambing-kambing itu dijual saja secara barter dengan empat ekor sapi perah," ujarnya.
***
DUA puluh empat tahun kemudian, niatnya membangun kembali peternakan kambing perah dimulai kembali. Sementara peternakan sapi perahnya berjalan dan diserahkan ke mitranya, Arsa mulai lagi peternakan kambing perah PE dari nol.
Tahun 1991, Arsa pergi ke Kaligesing, Jawa Tengah, untuk membeli beberapa ekor kambing PE sebanyak 50 ekor. Usaha ini dimulainya di daerah Ciracas, Jakarta Timur. Ia mengaku saat itu gagal, lagi-lagi karena kelangkaan pakan ternak. Namun, Arsa pun berusaha keras untuk mengumpulkan kulit-kulit kacang kedelai yang sudah diracik dengan konsentrat.
Arsa kini memiliki kelompok tani, dengan 20 anggota. Karena sifat kerjanya berupa kemitraan dan komitmennya 'siap maju bersama-sama', setiap anggota pun bisa mengaku juragan kambing. Ibaratnya, satu gentong susu, gayungnya ramai-ramai. "Setiap anggota boleh berkata bahwa dirinya sanggup menghasilkan susu kambing sebanyak enam ton sebulan, sebab kami bekerja bersama-sama. Kalau saya sendiri, terus terang saya tidak sanggup," ujarnya.
Pola kemitraan ini, jelas Arsa, berupa bantuan satu paket senilai Rp 25 juta terdiri dari empat ekor kambing betina dan seekor jantan PE, pakan ternak, monitor kesehatan, dan sistem budidayanya, serta pembangunan kandangnya.
Selaku Ketua Asosiasi Peternak Kambing Perah Indonesia (APKPI), misi jangka panjang Arsa adalah susu kambing dari setiap kabupaten mampu bermutu sama, sehingga susu kambing produksi Indonesia memiliki kekhasan baik kandungan nutrisi maupun rasa untuk ekspor nonminyak dan gas (Migas).
Hingga kini, dari 200 ekor kambingnya ditambah sekitar 100 ekor peternak binaannya, Ketua Umum Forum Komunikasi P4S Nasional ini dapat menghasilkan susu kambing segar sekitar 150 liter lebih per hari atau sekitar enam ton per bulan. Harga jualnya pun sangat menggiurkan, yakni seharga Rp 15.000 per liter.
***
BAGAIMANA kandungan nutrisinya? Berpegang dari hasil Badan Penelitian Peternakan (Balitnak) Bogor, susu kambing sebagai pangan tambahan (food supplement) dapat mengurangi gangguan kesehatan bagi penderita penyakit pernapasan, seperti asma, bronkitis, tuberculosis (TBC), osteoporotis, asam urat, dan gangguan rematik. Khusus bagi wanita yang umumnya sering mencurahkan perhatian pada kecantikan kulit, susu kambing dapat meningkatkan kehalusan kulit, dengan cara luluran tubuh. Ini dikaitkan dengan perbaikan kondisi lemak. Sementara untuk laki-laki, bisa mengatasi gangguan impotensi, di samping menjaga kesegaran tubuh secara umum.
Sementara hasil riset Balitnak Bogor menyebutkan, kandungan nutrisi yang terdapat pada setiap 100 gram susu kambing adalah air 83-87,5 gram, karbohidrat 4,6 g, energi 67 kalori, protein 3,3-4,9 g, lemak 4-7,3 g, kalsium 129 miligram, fosfor 106 mg, zat besi (Fe) 0,05 mg, vitamin A 185 IU, vitamin B1 0,04 mg, vitamin B2 0,04 mg, niasin 0,3 mg, dan vitamin B12 mencapai 0,07 mg.
Molekul lemak susu kambing jauh lebih kecil dan lebih homogen, bahkan lebih dominan dibandingkan lemak susu sapi. Karena itu, lemak susu kambing lebih mudah dicerna dalam alat pencernaan manusia, sehingga tidak menyebabkan penyakit diare bagi yang meminumnya.
Bahkan, SRUPNA (Small Ruminant Production System Network for Asia-suatu jaringan informasi penelitian dan pengembangan ternak domba dan kambing yang meliputi 13 negara di Asia) dalam terbitannya tahun 1993 mengemukakan, susu kambing sangat potensial untuk perbaikan nutrisi, karena tidak memiliki masalah lactose intolerance (kepekaan terhadap laktose penyebab diare bagi yang tidak bisa meminum susu). Masalah ini umumnya dihadapi penduduk Asia yang peka terhadap susu.
Sepaham dengan hasil penelitian itu, Arsa yang kini kerap memberikan penyuluhan ke kelompok tani pemerah kambing di daerah Jawa Barat ini mengakui, dari sisi penelitian kesehatan, khasiat susu kambing ini memang belum dipatenkan, karena keterbatasan penelitian di negara-negara Asia. Yang jelas, susu kambing itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh dengan memperbaiki gizi secara menyeluruh. (STEFANUS OSA TRIYATNA)
KOMPAS
Waktu ditawari susu kambing, orang mungkin langsung membayangkan sebuah bau yang prengus. Begitu memang kesan yang umum terjadi, saat pengelola Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Citarasa, Arsa Tanius (53), menawarkan segelas susu kambing hasil perahannya di kantornya di Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor
Terlebih lagi, saat itu Kompas disuguhi segelas susu kambing di kantor yang terletak dekat kandang kambing yang jumlahnya mencapai sekitar 200 ekor. Suara embek-embek terus terdengar.
Kambing-kambing di situ adalah jenis Peranakan Ettawa (PE) yang berasal dari India. Beda kambing perah itu dengan kambing yang diternakkan untuk diambil dagingnya adalah pada bulunya yang lebih lebat, kuping panjang, kepala lebih bulat, tubuh lebih tinggi, dan lincah. Harga jualnya pun mencapai Rp 5 juta per ekor mendekati harga seekor sapi.
Sambil menunjukkan kambing kesayangannya bernama Rambo yang berusia 2,5 tahun dan pernah meraih juara sebagai raja kambing pejantan se-Jawa Barat tahun 2001, Arsa Tanius, kelahiran 19 April 1949 di Desa Mak Hong, Kabupaten Toi San, Provinsi Canton, Cina Selatan, bercerita banyak hal tentang kambing-kambingnya.
Ia mengawali usahanya di Jakarta. Ketika itu, ayahnya (kini sudah almarhum) menderita penyakit mag kronis. Saat itu, ayahnya ditawari susu kambing oleh seorang berwarga-negara Arab Saudi untuk penyembuhan berbagai penyakitnya.
Setelah meminum susu itu dalam tiga bulan, ternyata ayahnya berangsur-angsur sembuh. Persoalannya kemudian, pasokan susu kambing terhenti. Soalnya, kambing orang Arab tadi bunting, sehingga air susunya tidak dapat diperah.
"Karena saya ingin ayah cepat sembuh, saya memberanikan diri membeli beberapa kambing lain dari orang Arab itu untuk diperah sendiri," kata Arsa.
Demikianlah, tahun 1950 itu Arsa memulai usaha peternakan kambing perah PE. Saat itu, dia membeli 10 ekor induk betina dan satu ekor kambing PE jantan, lalu memeliharanya di daerah Mangga Dua, Jakarta (sekarang tempat ini menjadi pusat perbelanjaan grosir Mangga Dua). "Setiap hari, kambing itu bisa menghasilkan enam liter susu kambing," kenangnya.
Tahun 1964, berita khasiat susu kambing ini menyebar, sehingga banyak tetangga dan kerabat dekat yang memesan. Suami Fenny Irawan (50), yang kini sudah memiliki empat anak ini pun akhirnya memberanikan diri membeli beberapa ekor lagi, sehingga jumlahnya mencapai 100 ekor. Produksi susu saat itu dapat mencapai 75 liter per hari.
Permintaan pasar yang begitu banyak membuat Arsa kebingungan, apalagi tahun 1966 pangan kambing PE berupa kulit kacang kedelai itu semakin susah didapatkan. Akhirnya, Arsa mengaku frustrasi. "Daripada mati, kambing-kambing itu dijual saja secara barter dengan empat ekor sapi perah," ujarnya.
***
DUA puluh empat tahun kemudian, niatnya membangun kembali peternakan kambing perah dimulai kembali. Sementara peternakan sapi perahnya berjalan dan diserahkan ke mitranya, Arsa mulai lagi peternakan kambing perah PE dari nol.
Tahun 1991, Arsa pergi ke Kaligesing, Jawa Tengah, untuk membeli beberapa ekor kambing PE sebanyak 50 ekor. Usaha ini dimulainya di daerah Ciracas, Jakarta Timur. Ia mengaku saat itu gagal, lagi-lagi karena kelangkaan pakan ternak. Namun, Arsa pun berusaha keras untuk mengumpulkan kulit-kulit kacang kedelai yang sudah diracik dengan konsentrat.
Arsa kini memiliki kelompok tani, dengan 20 anggota. Karena sifat kerjanya berupa kemitraan dan komitmennya 'siap maju bersama-sama', setiap anggota pun bisa mengaku juragan kambing. Ibaratnya, satu gentong susu, gayungnya ramai-ramai. "Setiap anggota boleh berkata bahwa dirinya sanggup menghasilkan susu kambing sebanyak enam ton sebulan, sebab kami bekerja bersama-sama. Kalau saya sendiri, terus terang saya tidak sanggup," ujarnya.
Pola kemitraan ini, jelas Arsa, berupa bantuan satu paket senilai Rp 25 juta terdiri dari empat ekor kambing betina dan seekor jantan PE, pakan ternak, monitor kesehatan, dan sistem budidayanya, serta pembangunan kandangnya.
Selaku Ketua Asosiasi Peternak Kambing Perah Indonesia (APKPI), misi jangka panjang Arsa adalah susu kambing dari setiap kabupaten mampu bermutu sama, sehingga susu kambing produksi Indonesia memiliki kekhasan baik kandungan nutrisi maupun rasa untuk ekspor nonminyak dan gas (Migas).
Hingga kini, dari 200 ekor kambingnya ditambah sekitar 100 ekor peternak binaannya, Ketua Umum Forum Komunikasi P4S Nasional ini dapat menghasilkan susu kambing segar sekitar 150 liter lebih per hari atau sekitar enam ton per bulan. Harga jualnya pun sangat menggiurkan, yakni seharga Rp 15.000 per liter.
***
BAGAIMANA kandungan nutrisinya? Berpegang dari hasil Badan Penelitian Peternakan (Balitnak) Bogor, susu kambing sebagai pangan tambahan (food supplement) dapat mengurangi gangguan kesehatan bagi penderita penyakit pernapasan, seperti asma, bronkitis, tuberculosis (TBC), osteoporotis, asam urat, dan gangguan rematik. Khusus bagi wanita yang umumnya sering mencurahkan perhatian pada kecantikan kulit, susu kambing dapat meningkatkan kehalusan kulit, dengan cara luluran tubuh. Ini dikaitkan dengan perbaikan kondisi lemak. Sementara untuk laki-laki, bisa mengatasi gangguan impotensi, di samping menjaga kesegaran tubuh secara umum.
Sementara hasil riset Balitnak Bogor menyebutkan, kandungan nutrisi yang terdapat pada setiap 100 gram susu kambing adalah air 83-87,5 gram, karbohidrat 4,6 g, energi 67 kalori, protein 3,3-4,9 g, lemak 4-7,3 g, kalsium 129 miligram, fosfor 106 mg, zat besi (Fe) 0,05 mg, vitamin A 185 IU, vitamin B1 0,04 mg, vitamin B2 0,04 mg, niasin 0,3 mg, dan vitamin B12 mencapai 0,07 mg.
Molekul lemak susu kambing jauh lebih kecil dan lebih homogen, bahkan lebih dominan dibandingkan lemak susu sapi. Karena itu, lemak susu kambing lebih mudah dicerna dalam alat pencernaan manusia, sehingga tidak menyebabkan penyakit diare bagi yang meminumnya.
Bahkan, SRUPNA (Small Ruminant Production System Network for Asia-suatu jaringan informasi penelitian dan pengembangan ternak domba dan kambing yang meliputi 13 negara di Asia) dalam terbitannya tahun 1993 mengemukakan, susu kambing sangat potensial untuk perbaikan nutrisi, karena tidak memiliki masalah lactose intolerance (kepekaan terhadap laktose penyebab diare bagi yang tidak bisa meminum susu). Masalah ini umumnya dihadapi penduduk Asia yang peka terhadap susu.
Sepaham dengan hasil penelitian itu, Arsa yang kini kerap memberikan penyuluhan ke kelompok tani pemerah kambing di daerah Jawa Barat ini mengakui, dari sisi penelitian kesehatan, khasiat susu kambing ini memang belum dipatenkan, karena keterbatasan penelitian di negara-negara Asia. Yang jelas, susu kambing itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh dengan memperbaiki gizi secara menyeluruh. (STEFANUS OSA TRIYATNA)
KOMPAS
Diposting oleh
petani berdasi
0 komentar:
Posting Komentar