DIA menolak tawaran beasiswa untuk meneruskan studi ke Jepang dan memilih tetap di desanya untuk mengelola satu hektar tanaman jeruk. Insinyur pertanian itu, Danang Sunarto (36), yakin bahwa jeruk pamelo (jeruk besar) bisa mengangkat perekonomian rakyat Kabupaten Magetan, Jawa Timur (Jatim), setidaknya untuk empat kecamatan sentra tanaman tersebut. Ternyata, dalam waktu lima tahun ia telah merasakan hasil jerih payahnya. Bahkan, ia terpilih sebagai Pemuda Pelopor tingkat Jawa Timur tahun 2003 ini dan diajukan sebagai calon dalam pemilihan tingkat nasional.
...

Danang, panggilan akrabnya, adalah alumnus Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan (UTP), Solo, tahun 1992. Ia sempat bekerja selama dua tahun di sebuah perusahaan telekomunikasi di Jakarta, lalu pindah ke perusahaan perkebunan di Kalimantan. Tetapi tidak betah, lalu pindah lagi ke perusahaan rokok di Malang dengan tugas mengurusi tanaman tembakau.

Namun, rupanya ikatan kosmis dengan tanah kelahirannya begitu kuat sehingga panggilan pulang ke desanya terus membayangi dirinya. Maka, pada tahun 1997 Danang memutuskan keluar dari perusahaan rokok itu dan kembali ke desanya, Kepuhrejo, Kecamatan Takeran. Ia mulai menggeluti tanaman jeruk berumur 15-20 tahun milik orangtuanya, seluas satu hektar.

Danang lalu menerapkan berbagai teori pertanian yang diperolehnya di universitas, sekaligus menimba pengetahuan praktis dari para petani jeruk yang berpengalaman dan berhasil. Bahkan, secara rutin ia juga berkonsultasi dan minta petunjuk dari para petugas Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik di Tlekung, Batu, Malang.

Memperhatikan pola pemasaran pamelo yang banyak dikuasai tengkulak dan merugikan para petani, bersama tiga rekannya-Bauki SPd, Yono SP, dan Murjianto-pada tahun 1999 Danang mendirikan Koperasi Tani Jeruk Jaya, Kecamatan Takeran. Pada awalnya jumlah anggotanya hanya 20 orang dan banyak tantangan dalam berbagai usaha yang dilakukan.

"Kami lebih mementingkan kualitas daripada jumlah anggota," tutur lelaki yang berhasil menyisihkan lebih dari 100 rival untuk menduduki predikat Pemuda Pelopor Jatim tersebut. Pernyataannya itu juga dibenarkan rekan-rekannya di Koperasi Jeruk Jaya.

TUJUAN utama koperasi itu yakni ingin memperbaiki kualitas produksi dan pemasaran yang menguntungkan pedagang maupun petani, sekaligus tidak "memukul" konsumen. Keinginan ini memang tidak gampang diwujudkan karena banyak kepentingan yang semula saling bertentangan harus disinkronkan. Namun, Danang dan rekan-rekannya secara ulet dan konsisten terus berusaha mewujudkannya.

Setelah menerima status badan hukum pada tahun 2000, koperasi lalu menata standar kualitas buah jeruk anggotanya dan mengirimkannya ke Jakarta untuk dipasarkan. Hasilnya cukup menggembirakan sehingga tahun 2002 anggotanya meningkat menjadi 40 orang dengan kepemilikan tanaman sekitar 20 hektar. Tahun itu koperasi berhasil mengirimkan lebih dari 100.000 buah jeruk ke Jakarta dengan harga di atas rata-rata pasaran karena kualitasnya dijaga tetap baik sehingga memuaskan konsumen.

Mengetahui harga penjualan koperasi lebih baik dibanding pasaran umum, beberapa petani mulai tertarik untuk bergabung. Tahun 2003 ini jumlah anggotanya sudah meningkat menjadi 200 petani. "Ternyata para petani itu ingin melihat contoh dulu. Jika terbukti baik, lalu ditiru dan diikuti," ujar lelaki yang saat ini kebanjiran permintaan untuk berkonsultasi tentang perjerukan.

Kegiatan koperasi sendiri akan lebih difokuskan pada diversifikasi usaha. Penerimaan anggota baru tetap dilakukan secara selektif. Syarat utama, bersedia meningkatkan kualitas buah dan berkoordinasi dalam pemasaran.

"Memang sulit mengurusi petani yang terbatas kemampuan ekonominya. Apalagi banyak godaan dari para tengkulak sehingga sering buah yang belum tua benar pun dipanen. Akibatnya, kualitas buah kurang baik," ujar Danang, ayah seorang putra berusia sembilan tahun itu.

Usaha lain yang dirintis adalah armada angkutan truk, baik untuk mengangkut pamelo pada musim panen maupun untuk angkutan lainnya. Koperasi sudah melakukan penelitian dan disimpulkan bahwa usaha ini bisa memberi keuntungan yang memadai. Untuk mewujudkannya tinggal menunggu permodalan.

Khusus yang terkait dengan buah pamelo, koperasi bermaksud memperbesar produksi manisan kulit jeruk, sekaligus mempermodern pemrosesannya, seperti yang dilakukan ibu-ibu dari Asosiasi Pamelo Magetan (APM). Sampai saat ini kulit pamelo masih banyak yang menjadi sampah (limbah) dan terbuang percuma. Padahal, setelah diproses menjadi manisan dan dikenal sebagai "kurmelo" (kurma pamelo), limbah itu berharga cukup baik. Sebelum dikemas harganya mencapai Rp 16.000 per kg, dan bila dalam kemasan bisa laku sampai Rp 20.000 per kg. Harga ini lebih baik dibanding harga jeruknya sendiri, yang berkisar Rp 5.000 per buah dengan berat maksimal sekitar 1,5 kilogram.

"Selain menampung tenaga kerja, produksi manisan itu juga menambah penghasilan petani," ujar Danang, suami Nova Indarmarsusi yang berprofesi sebagai akuntan itu.

DITANYA tentang perasaannya terpilih sebagai Pemuda Pelopor Jawa Timur, Danang yang berpenampilan sederhana dan kalem itu hanya menyatakan "bersyukur" dan berharap bisa menyumbangkan amal lebih banyak kepada para petani pamelo. Ia tetap yakin komoditas ini memiliki prospek sangat baik karena tidak ada saingannya. Peluang pasarnya pun masih sangat luas, baik pasaran dalam negeri maupun ekspor. Ditambah lagi nilai produksinya bisa 10-12 kali lipat dibanding tanaman lain di atas lahan yang sama.

Hasil dari satu hektar kebun keluarga Danang, misalnya, selama lima tahun terakhir bisa untuk membiayai keluarganya secara layak. Rumah besar warisan sang ayah yang kini ditinggali bersama ibu kandungnya tera wat dengan baik. Pada panenan tahun 2001, hasilnya dipakai untuk membangun rumah kakak Danang dengan biaya lebih dari Rp 200 juta. Keluarga ini juga memiliki dua mobil, untuk keperluan keluarga dan bisnis. "Semua itu hasil dari penjualan pamelo," tutur Danang sambil tertawa.

Pernyataannya tentang nilai produksi pamelo sampai 10-12 kali dibanding tanaman lain, dibenarkan tidak saja oleh Ir Arry Supriyanto MS, Kepala Loka Penelitian Tanaman, tetapi juga oleh beberapa petani pamelo di Kecamatan Takeran, Magetan.

Menurut Danang, tanaman pamelo mulai berbuah pertama pada tahun kelima setelah tanam. Namun, pada tahap itu sebaiknya jumlah buah dibatasi antara 10-20 buah per batang agar pohon tidak terganggu dalam memantapkan kekuatannya. Untuk tahun-tahun berikutnya, jumlah buah bisa ditingkatkan sedikit demi sedikit sehingga pada usia 15-10 tahun tiap pohon mampu menghasilkan sekitar 500 buah setiap panen. Ini jika perawatan tanaman dilakukan secara baik dalam pemupukan, pengobatan, mau pun pemberantasan hama.

Pamelo kualitas A & B pemasarannya sebagian besar ke kota-kota besar, seperti Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, dan Denpasar (Bali). Bahkan, sebagian diborong eksportir untuk dijual ke Singapura, Hongkong, Belanda, dan beberapa negara Eropa. Di Magetan, Madiun, dan beberapa kota di Jawa Timur, umumnya hanya dipasarkan jeruk kualitas C & D, yaitu jeruk yang berukuran sedang/kecil dengan penampilan kurang menarik.

Berbekal kemauan dan ilmu yang ditimbanya di perguruan tinggi, Danang Sunarto kembali ke kampung untuk membangun desanya, sekaligus turut meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Ternyata dia berhasil dan merasa lebih senang dibanding hidup di Jakarta atau Malang. Negeri ini memang masih membutuhkan banyak sarjana yang mau mencintai dan membangun desanya. (JA NOERTJAHYO)

Diposting oleh petani berdasi

0 komentar:

Visit the Site
Bila Anda belum menemukan cinta yang Anda inginkan, jangan buru-buru merasa unlucky in love. Karena kalimat bijak mengatakan, cinta akan datang saat kita tidak mengharapkannya. Bagaimana menurut Anda? -Copyright at Dhe To © 2009, All rights reserved