Minggu, 20 Desember 2009 di 03.14 | 0 komentar  
Rembang – Perayaan malam 1 Syuro diperingati dengan sederhana dan penuh khidmat di kawasan Punden Sepetik dusun Kedungdoro Jl Pemuda Rembang. Dua tahun lalu di tempat yang sama berlangsung perayaan meriah dengan pagelaran wayang kulit, tetapi untuk malam Syuro tahun ini lebih dijadikan sebagai ajang menyepi, sekaligus instropeksi diri.
...
Mujianto, salah satu warga dusun Kedungdoro Rembang mengatakan dari hasil meditasi, sudah ada petunjuk bahwa kondisi bangsa Indonesia saat ini masih semrawut, sehingga tidak sepantasnya merayakan malam 1 Syuro dengan hura hura. Justru masyarakat harus turut prihatin terhadap kondisi semacam ini, sehingga Indonesia nantinya mampu bangkit dari keterpurukan.

Warga Sepetik lainnya Massetyaaji mengakui bulan Syuro memang menjadi bulan yang dikeramatkan dan sangat dihormati bagi orang Jawa. Pergantian tahun Jawa sekaligus tahun baru Islam 1 Muharram 1431 Hijriyah ini setidaknya bisa mengingatkan kembali, apa saja kesalahan yang harus dibenahi pada tahun tahun mendatang. Malam 1 Syuro juga dimanfaatkan untuk berdoa bersama supaya pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Rembang tanggal 26 April 2010 nanti bisa berjalan dengan lancar dan aman.

Rangkaian kegiatan ritual malam 1 Syuro di Punden Sepetik pada Kamis petang diawali dengan reb suryo, wilujengan, upacara tengah ratri dan ditutup dengan wungon atau menyepi tak boleh tidur sampai pagi. Acara tersebut diikuti lebih dari 100 orang. Pada Jumat malam, kegiatan ritual akan dilanjutkan sebagai bagian untuk menghormati datangnya bulan Syuro.

Geliat perayaan menyambut 1 Syuro juga ditandai dengan penjamasan pusaka, seperti keris dan tombak yang merupakan barang peninggalan leluhur. Sebuah tradisi yang masih tetap lestari, terutama di daerah pelosok pedesaan dan bagi warga yang masih memegang teguh ilmu kejawen.
Sumber : Radio R2B Rembang
Diposting oleh petani berdasi
Sumber/Rembang – Ditengah tengah pesatnya kemajuan perangkat sound system, ternyata masih ada sewa speaker yang mempunyai pangsa pasar tersendiri, ketika ada warga punya kerja. Nah..kami angkat kisah Sukandar, pria yang biasa disebut tukang speaker dalam sebuah laporan berikut ini.
...
Pagi itu Sukandar (56 tahun) warga dusun Kedungsapen desa Jatihadi kecamatan Sumber mengemasi barang barang yang selama ini menjadi salah satu gantungan hidupnya. Speaker butut dan tape hasil rangkaian sendiri, tak lupa sejumlah kaset ia masukkan ke dalam tas. Kebetulan speaker Sukandar mendapatkan order atau istilahnya “ditanggap” oleh warga yang punya hajat pernikahan.
Setelah semua persiapan dipastikan sudah lengkap, Sukandar memacu sepeda motornya ke tempat tujuan. Sesampainya di lokasi pesta mantenan, Sukandar segera mendirikan speaker dibantu oleh seorang warga. Tak sampai setengah jam, diputarlah gendhing seni tayub. Selama prosesi pernikahan ala orang desa, Sukandar biasanya hanya memutar gending ladrang pengantin untuk mengiringi pertemuan kedua mempelai dan gendhing puspowarno pada saat acara kacar kucur. Setelah itu tugasnya selesai dan saatnya terima bayaran.

Kepada Reporter R2B Sukandar bercerita bekerja sebagai tukang speaker sudah ia geluti sejak tahun 1975 lalu. Dirinya tak pernah mematok tarif penyewaan speaker. Terkadang orang yang punya kerja memberinya Rp 50 ribu, tapi kerap pula dia dibayar Rp 100 ribu sekali main. Para pelanggannya kebanyakan berasal dari kecamatan Sumber dan Kaliori.
Sukandar mengatakan penyewaan speaker miliknya masih tetap jalan karena banyak orang punya kerja memanggilnya lebih dipicu oleh nadzar atau unen sebagai bagian kepercayaan. Meskipun belakangan ini banyak sekali pemilik sound system dengan suara menggelegar dan perangkat yang lebih canggih, tentu saja tak membuat Sukandar khawatir. Speakernya yang dibeli seharga Rp 200 ribu, jelas kalah jauh dengan perangkat sound system yang nilainya puluhan juta atau bahkan ratusan juta rupiah.

Sukandar sang tukang speaker mengatakan “order tanggapan” hampir setiap hari selalu ada. Bahkan terkadang dia harus berpindah pindah sampai 5 kali, bergantian dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Ia mengaku belum tahu siapa yang akan menjadi penerusnya kelak, apabila tenaganya sudah tak mampu lagi keliling menjadi tukang speaker. Bagi Sukandar yang terpenting ia menikmati pekerjaannya ini sebaik mungkin, sebuah aktivitas yang kental dengan nuansa budaya Jawa, terlebih lagi dari situlah ia bisa menyambung kebutuhan hidup sehari hari.
Sumber : Radio R2B Rembang
Diposting oleh petani berdasi
Visit the Site
Bila Anda belum menemukan cinta yang Anda inginkan, jangan buru-buru merasa unlucky in love. Karena kalimat bijak mengatakan, cinta akan datang saat kita tidak mengharapkannya. Bagaimana menurut Anda? -Copyright at Dhe To © 2009, All rights reserved