Minggu, 20 Desember 2009
di
03.09
|
Sumber/Rembang – Ditengah tengah pesatnya kemajuan perangkat sound system, ternyata masih ada sewa speaker yang mempunyai pangsa pasar tersendiri, ketika ada warga punya kerja. Nah..kami angkat kisah Sukandar, pria yang biasa disebut tukang speaker dalam sebuah laporan berikut ini.
Pagi itu Sukandar (56 tahun) warga dusun Kedungsapen desa Jatihadi kecamatan Sumber mengemasi barang barang yang selama ini menjadi salah satu gantungan hidupnya. Speaker butut dan tape hasil rangkaian sendiri, tak lupa sejumlah kaset ia masukkan ke dalam tas. Kebetulan speaker Sukandar mendapatkan order atau istilahnya “ditanggap” oleh warga yang punya hajat pernikahan.
Setelah semua persiapan dipastikan sudah lengkap, Sukandar memacu sepeda motornya ke tempat tujuan. Sesampainya di lokasi pesta mantenan, Sukandar segera mendirikan speaker dibantu oleh seorang warga. Tak sampai setengah jam, diputarlah gendhing seni tayub. Selama prosesi pernikahan ala orang desa, Sukandar biasanya hanya memutar gending ladrang pengantin untuk mengiringi pertemuan kedua mempelai dan gendhing puspowarno pada saat acara kacar kucur. Setelah itu tugasnya selesai dan saatnya terima bayaran.
Kepada Reporter R2B Sukandar bercerita bekerja sebagai tukang speaker sudah ia geluti sejak tahun 1975 lalu. Dirinya tak pernah mematok tarif penyewaan speaker. Terkadang orang yang punya kerja memberinya Rp 50 ribu, tapi kerap pula dia dibayar Rp 100 ribu sekali main. Para pelanggannya kebanyakan berasal dari kecamatan Sumber dan Kaliori.
Sukandar mengatakan penyewaan speaker miliknya masih tetap jalan karena banyak orang punya kerja memanggilnya lebih dipicu oleh nadzar atau unen sebagai bagian kepercayaan. Meskipun belakangan ini banyak sekali pemilik sound system dengan suara menggelegar dan perangkat yang lebih canggih, tentu saja tak membuat Sukandar khawatir. Speakernya yang dibeli seharga Rp 200 ribu, jelas kalah jauh dengan perangkat sound system yang nilainya puluhan juta atau bahkan ratusan juta rupiah.
Sukandar sang tukang speaker mengatakan “order tanggapan” hampir setiap hari selalu ada. Bahkan terkadang dia harus berpindah pindah sampai 5 kali, bergantian dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Ia mengaku belum tahu siapa yang akan menjadi penerusnya kelak, apabila tenaganya sudah tak mampu lagi keliling menjadi tukang speaker. Bagi Sukandar yang terpenting ia menikmati pekerjaannya ini sebaik mungkin, sebuah aktivitas yang kental dengan nuansa budaya Jawa, terlebih lagi dari situlah ia bisa menyambung kebutuhan hidup sehari hari.
Sumber : Radio R2B Rembang
Pagi itu Sukandar (56 tahun) warga dusun Kedungsapen desa Jatihadi kecamatan Sumber mengemasi barang barang yang selama ini menjadi salah satu gantungan hidupnya. Speaker butut dan tape hasil rangkaian sendiri, tak lupa sejumlah kaset ia masukkan ke dalam tas. Kebetulan speaker Sukandar mendapatkan order atau istilahnya “ditanggap” oleh warga yang punya hajat pernikahan.
Setelah semua persiapan dipastikan sudah lengkap, Sukandar memacu sepeda motornya ke tempat tujuan. Sesampainya di lokasi pesta mantenan, Sukandar segera mendirikan speaker dibantu oleh seorang warga. Tak sampai setengah jam, diputarlah gendhing seni tayub. Selama prosesi pernikahan ala orang desa, Sukandar biasanya hanya memutar gending ladrang pengantin untuk mengiringi pertemuan kedua mempelai dan gendhing puspowarno pada saat acara kacar kucur. Setelah itu tugasnya selesai dan saatnya terima bayaran.
Kepada Reporter R2B Sukandar bercerita bekerja sebagai tukang speaker sudah ia geluti sejak tahun 1975 lalu. Dirinya tak pernah mematok tarif penyewaan speaker. Terkadang orang yang punya kerja memberinya Rp 50 ribu, tapi kerap pula dia dibayar Rp 100 ribu sekali main. Para pelanggannya kebanyakan berasal dari kecamatan Sumber dan Kaliori.
Sukandar mengatakan penyewaan speaker miliknya masih tetap jalan karena banyak orang punya kerja memanggilnya lebih dipicu oleh nadzar atau unen sebagai bagian kepercayaan. Meskipun belakangan ini banyak sekali pemilik sound system dengan suara menggelegar dan perangkat yang lebih canggih, tentu saja tak membuat Sukandar khawatir. Speakernya yang dibeli seharga Rp 200 ribu, jelas kalah jauh dengan perangkat sound system yang nilainya puluhan juta atau bahkan ratusan juta rupiah.
Sukandar sang tukang speaker mengatakan “order tanggapan” hampir setiap hari selalu ada. Bahkan terkadang dia harus berpindah pindah sampai 5 kali, bergantian dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Ia mengaku belum tahu siapa yang akan menjadi penerusnya kelak, apabila tenaganya sudah tak mampu lagi keliling menjadi tukang speaker. Bagi Sukandar yang terpenting ia menikmati pekerjaannya ini sebaik mungkin, sebuah aktivitas yang kental dengan nuansa budaya Jawa, terlebih lagi dari situlah ia bisa menyambung kebutuhan hidup sehari hari.
Sumber : Radio R2B Rembang
Diposting oleh
petani berdasi
0 komentar:
Posting Komentar